Jakarta — Koalisi Mahasiswa Sultra Jakarta kembali menggelar aksi di depan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, Jumat 10 Oktober 2025, sebagai bentuk protes keras terhadap keputusan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) yang telah menyetujui Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT Cinta Jaya.
Keputusan tersebut dinilai sebagai bentuk kelalaian dan pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam tata kelola sektor pertambangan nasional. Koordinator Aksi Eghy Seftiawan menegaskan bahwa persetujuan RKAB ini adalah bukti nyata lemahnya evaluasi dan integritas kebijakan di tubuh ESDM, karena diberikan kepada perusahaan yang memiliki rekam jejak panjang pelanggaran hukum di Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
“Kami menilai Dirjen Minerba telah melakukan kesalahan fatal dengan menyetujui RKAB PT Cinta Jaya tanpa evaluasi menyeluruh terhadap potensi cadangan nikel dan rekam jejak pelanggarannya. Ini bukan sekadar kelalaian administratif, tetapi bentuk pembiaran atas kejahatan tambang,” tegas Eghy Seftiawan di tengah aksi.
Berdasarkan hasil investigasi dan laporan masyarakat, PT Cinta Jaya diduga kuat mengoperasikan jetty tanpa izin resmi, serta mengkomersialisasikan terminal khusus (jetty) untuk kepentingan bisnis jual beli ore nikel ilegal. Aktivitas ini berpotensi melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 52 Tahun 2011 tentang terminal khusus.
Lebih jauh, perusahaan ini juga diduga memalsukan data produksi dan penjualan ore nikel, sementara cadangan nikel di wilayah konsesinya telah menipis. Namun, anehnya, Dirjen Minerba tetap memberikan persetujuan RKAB baru tanpa evaluasi cadangan dan verifikasi lapangan.
“Bagaimana mungkin sebuah perusahaan yang cadangannya sudah habis, jetty-nya disalahgunakan, dan direkturnya tersangkut masalah hukum, justru mendapat restu dari pemerintah? Ini sangat mencurigakan,” ujar Eghy.
Koalisi menilai keputusan tersebut sebagai tindakan yang mencederai komitmen reformasi sektor tambang, sebab persetujuan RKAB semestinya hanya diberikan kepada perusahaan yang memenuhi syarat teknis, finansial, lingkungan, dan hukum. Dalam kasus PT Cinta Jaya, seluruh aspek tersebut justru penuh pelanggaran.
“Jika Dirjen Minerba tetap membiarkan perusahaan bermasalah seperti PT Cinta Jaya beroperasi, maka publik berhak curiga bahwa ada kepentingan tertentu di balik keputusan itu. Ini bukan sekadar kelalaian birokrasi, tapi indikasi penyalahgunaan kewenangan,” tambah Eghy.
Dalam aksinya, Koalisi Mahasiswa Sultra Jakarta menyampaikan 2 tuntutan utama yaitu, Mendesak Kementerian ESDM untuk mencabut kembali RKAB PT Cinta Jaya serta melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh proses persetujuan yang dikeluarkan Dirjen Minerba. Kedua meminta KESDM RI untuk Menuntut pemeriksaan terhadap pejabat Ditjen Minerba yang diduga terlibat dalam proses persetujuan RKAB tanpa evaluasi teknis yang sah.
“Negara tidak boleh kalah oleh mafia tambang. Kami akan terus menuntut pertanggungjawaban Dirjen Minerba dan menyeret aktor-aktor di balik kejahatan sumber daya alam di Sultra ke meja hukum,” Ucap Eghy Seftiawan dalam orasi.
Lebih lanjut, Eghy menyampaikan bahwa Koalisi Mahasiswa Sultra Jakarta dalam waktu dekat akan melaporkan secara resmi seluruh pelanggaran perizinan, lingkungan, serta dugaan keterlibatan Direktur Utama PT Cinta Jaya ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
“Kejaksaan Agung harus berani menyeret Direktur Utama PT Cinta Jaya ke pengadilan. Jangan lagi ada alasan pembiaran, karena semua keputusan strategis perusahaan pasti atas kendalinya,” Tutup Eghy di akhir orasinya.