Pesawaran, KASTV - Sebuah bangunan Balai Adat di Desa Kota Jawa,Kecamatan Way Khilau, Kabupaten Pesawaran, Lampung, menjadi sorotan. Pembangunannya dimulai pada tahun 2018 dengan nilai anggaran yang sangat besar, mencapai hampir Rp 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah). Hingga tahun 2025 (usia tujuh tahun), fisik bangunan berukuran relatif kecil, yaitu 10x10 meter persegi, dan tidak dilengkapi dengan fasilitas vital seperti kamar mandi. Kualitas hasil pembangunan dinilai tidak sebanding dengan besaran anggaran yang dikeluarkan.
Pada Agustus 2025, bangunan tersebut menjalani proyek renovasi yang mencakup perbaikan atap, pendopo, dan peping blok jalan.
Temuan dan Indikasi Penyimpangan: Tim Investigasi LSM Gerakan Masyarakatakat Bawah Indonesia(GMBI) Distrik Pesawaran, yang diketuai oleh Reza, Suaidi, dan Rudi Zober, menemukan beberapa kejanggalan yang serius, kamis 11/09/2025.
1. Tidak Ada Papan Informasi Proyek: Saat kunjungan investigasi, tim tidak menemukan papan nama proyek (plang proyek) di lokasi renovasi. Hal ini melanggar prinsip transparansi dalam pengelolaan proyek yang menggunakan anggaran publik.
2. Kesenjangan Komunikasi dengan Masyarakat: Tokoh adat yang diwawancarai di sekitar lokasi menyatakan tidak mengetahui tentang rencana renovasi tersebut. Yang lebih mengejutkan, keinginan nyata dari tokoh adat setempat justru adalah pembangunan sumur nor dan kamar mandi, bukan renovasi bagian fisik yang sedang dilakukan.
3. Ketidaksesuaian Kebutuhan: Renovasi yang berjalan tidak sesuai dengan kebutuhan mendasar yang diungkapkan oleh komunitas adat setempat.
4. Dugaan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme): LSM GMBI menduga kuat adanya praktik yang mengatasnamakan adat untuk kepentingan oknum tertentu. Dugaan utama adalah bahwa proyek ini dimanfaatkan untuk mencari keuntungan pribadi (mark-up anggaran atau penggelembungan biaya).
Renovasi ini disebut-sebut merupakan permintaan dari tokoh Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL). Namun, klaim ini bertolak belakang dengan fakta di lapangan dimana salah satu tokoh masyarakat sekitar tidak mengetahuinya.
Langkah Selanjutnya: LSM GMBI berencana untuk segera:
· Berkoordinasi dengan seluruh pihak terkait (pemerintah daerah, kepolisian, BPKP, dll).
· Meninjau dan mengkaji ulang seluruh alur dan penggunaan anggaran, mulai dari tahap pembangunan awal pada 2018 hingga proyek renovasi tahun 2025 ini.
· Mengambil langkah hukum lebih lanjut untuk mengusut tuntas dugaan penyimpangan ini dan memastikan anggaran publik digunakan secara tepat guna, transparan, dan akuntabel.
Kasus ini menunjukkan indikasi kuat penyimpangan dalam pengelolaan dana pembangunan yang mengatasnamakan adat dan budaya.Transparansi dan partisipasi masyarakat menjadi kunci untuk mencegah praktik-praktik serupa dan memastikan pembangunan benar-benar dilakukan untuk kepentingan dan kebutuhan masyarakat adat. (Isbah cholib)