Opini oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
Menko bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Permasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra terkesan tidak konsisten. Yusril mengatakan, pemisahan waktu pelaksanaan pemilu nasional dan lokal berpotensi melanggar konstitusi karena ada penundaan 2-2,5 tahun untuk pemilu lokal, sehingga bertentangan dengan kewajiban konstitusi, bahwa pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.
Pemisahaan pemilu nasional dan lokal ini seharusnya dilihat *sebagai koreksi* atas pelanggaran konstitusi pemilu serentak (nasional dan lokal) tahun 2024 yang lalu yang dilakukan oleh Jokowi.
Dengan alasan yang sama seperti yang dikemukakan oleh Yusril, pemilu serentak tahun 2024 juga melanggar konstitusi. Karena telah mengakibatkan pemilihan kepala daerah, yang seharusnya dilaksanakan setiap lima tahun sekali, ditunda 1 sampai 2 tahun.
Selain itu, kepala daerah yang sudah habis masa jabatannya diganti dengan penjabat kepala daerah yang diangkat oleh menteri dalam negeri. Tentu saja pengangkatan penjabat kepala daerah ini juga melanggar konstitusi, karena kepala daerah harus dipilih secara demokratis.
Kalau pemerintah ketika itu bisa menunda pemilihan umum kepala daerah, serta mengangkat penjabat kepala daerah, kenapa sekarang tidak bisa?
Yang harus diperhatikan, apakah putusan MK juga sejalan dengan aspirasi masyarakat luas? Yang pasti, model pemilu serentak tahun 2024 menghabiskan banyak energi, sehingga hasilnya tidak optimal.
Semoga Yusril bisa menyikapi putusan MK ini secara menyeluruh dan konsisten.
Tags
OPINI