By Shamsi Ali
Tanggal 4 Juli 2, hari di mana Amerika merayakan hari Raya besar bangsa ini, hari Kemerdekaan Amerika. Hari ini dikenal dengan dua penyebutan; Independence Day dan 4th of July. Keduanya menunjukkan peringatan hari kemerdekaan Paman Sam dari penjajahan Kerajaan Inggris. Walaupun tidak seheboh di negara lain, peringatan ini menjadi sangat penting bagi bangsa Amerika.
Fourth of July pada umumnya diperingati dengan kembang api, Macy’s fire works di Kota New York misalnya yang paling fenomenal. Sebagian di luar kota-kota besar diperingati dengan BBQ-an bersama sanak keluarga dan teman-teman. Kami sendiri lebih memilih tinggal di rumah, menonton kembang api di TV, sambil makan santai bersama anak-anak.
Saya memang lebih tertarik memperingati Hari Kemerdekaan itu, baik di Amerika sebagai negara adopsi (adopted country) maupun di Indonesia sebagai negara kelahiran (country of birth) saya di tgl 17 Agustus bulan depan, dengan refleksi dan perenungan tentang makna kemerdekaan, baik dalam konteks keagamaan maupun kebangsaan, baik pada tataran pribadi dan kolektif.
Kemerdekaan itu tuntutan dasar setiap orang
Dari perenungan-perenungan dan refleksi itu saya sampai pada sebuah kesimpulan bahwa kemerdekaan dan kebebasan sesungguhnya adalah tuntutan dasar semua orang dan bangsa. Dan karenanya pula sangat wajar jika kemerdekaan itu menjadi hak dasar setiap orang dan bangsa.
Jika kita kembali kepada pandangan keagamaan (baca Islam), kita diingatkan sejarah panjang manusia. Bahkan sebelum Adam diciptakan, malaikat yang kita kenal tidak memiliki tabiat kebebasan justeru diberikan hak untuk bertanya (mempertanyakan?) keputusan Allah menciptakan manusia (Adam). Pertanyaan para malaikat kepada Allah itu dipahami sebagai “freedom of expression” yang Allah berikan kepada mereka.
Karenanya ketika seorang Muskim mendeklarasikan keimanan kepada Kalimah Tauhid sesungguhnya dimaknai sebagai deklarasi “pembebasan” (salvation) dan “kebebasan” (freedom). Dengan deklarasi Tauhid “laa ilaaha illa Allah” seorang Muslim membebaskan diri dari segala penyembahan dan perbudakan kecuali kepada Dia sang Pencipta dan Pemilik langit dan bumi. Maka ikrar Tauhid adalah fondasi dari segala bentuk kemerdekaan dalam hidup manusia. Wajar saja jika kemusyrikan adalah juga bentuk kezholiman terbesar dalam ajaran Islam.
Di sinilah Islam secara Universal menjamin kemerdekaan semua orang dalam kehidupan. Islam adalah agama yang menunjuki (hidayah). Bukan agama paksaan (laa ikraaha). Para akhirnya semua orang bebas memilih, bahkan mengimani atau mengkafirinya. “Maka barangsiapa yang menghendaki hendaklah beriman. Dan barangsiapa yang menghendaki silahkan mengingkari” (Al-Qur’an).
Sejarah panjang agama ini menunjukkan bahwa kehadirannya di manapun selalu dengan pendekatan Dakwah dan pendidikan. Bukan dengan militer, kecuali jika terpaksa membela diri. Dan sudah pasti tidak dengan pemaksaan. Barangkali Indonesia adalah contoh yang membanggakan. Bagaimana Islam datang ke negara ini dengan damai melalui pendekatan sosial oleh para Saudagar dari Yaman dan Gujarat India di kemudian hari.
Bahkan saat ini Islam berkembang di dunia Barat dan berbagai perjuru dunia lainnya, termasuk di negara Latin, Jepang dan Korea, juga bukan dengan ancaman pedang dan pemaksaan. Tapi melalui Dakwah, pendidikan dan interaksi sosial. Jadi Islam itu secara prinsip menjunjung tinggi kebebasan. Tuduhan jika Islam tidak memberikan kebebasan adalah tuduhan yang tidak berdasar dan diada-ada, atau mungkin juga karena kesimpulan yang diambil dari praktek salah sebagian pemeluk agama yang mulia ini.
Kebebasan adalah nilai Amerika (American value)
Sejatinya Amerika identik dengan the “land of free and home of the brave”. Kebebasan menjadi identitas terpenting bagi bangsa Amerika sekaligus menjadi jaminan bagi semua warganya. Dan pada tataran tertentu walau tidak sempurna Amerika memberikan kebebasan itu. Bangsa Amerika bisa merasakan kebebasan berekspresi dan berpendapat, Walau ada upaya-upaya pembungkaman seperti yang terjadi saat ini.
Di Amerika warga masih bebas mengekspresikan pendapat, bahkan mengkritisi kebijakan Presiden sekalipun. Walaupun mungkin kritikan itu tidak dipedulikan, bahkan berusaha dibungkam, tapi tidak semena-mena akan memperlakukan warganya seperti ditangkapi, dipenjara bahkan dibunuh seperti yang terjadi di sebagian negara lain.
Di tahun 2019 lalu ketika Donald Trump pertama kali mengeluarkan kebijakan “Muslim Ban” atau pelarangan orang Islam masuk Amerika, kami mengadakan demo terbesar di Kota New York. Walaupun saya sebagai Ketua pelaksana, inisiasi demo itu justeru datang dari pemimpin non Muslim. Karenanya yang hadir adalah mayoritas non Muslim. Motto demi pun adalah “Today I am a Muslim too”. Dengan motto itu kita ingin menyampaikan bahwa kami semua (non Muslim) adalah Muslim. Melarang orang Islam masuk Amerika berarti melarang semua orang masuk Amerika.
Itu hanya satu contoh saja bahwa Kebebasan di Amerika itu masih dijunjung dengan segala kekurangannya. Komunitas Muslim hingga saat ini masih bebas menjalankan agamanya, membangun institusi keagaman seperti Masjid-Masjid, sekolah Islami, dan lain-lain, tanpa ada perasaan takut atau intimidasi.
Namun ada satu hal yang disayangkan ketika berbicara tentang Amerika dan kebebasan ini. Bahwa Amerika justeru memposisikan diri secara terbelenggu pada satu negara. Sebuah bangsa kecil yang diposisikan secara terhormat, terasa lebih terhormat dari Amerika sendiri? Negara yang mengeritiknya adalah kejahatan. Sementara mengkritik Amerika dianggap ekspresi kebebasan dan praktek demokrasi. Itulah Israel.
Posisi Amerika ini tanpa disadari adalah bentuk “penjajahan” kepada Amerika. Hal ini berakibat kepada hilangnya logika dan akal sehat Amerika. Di satu menjunjung tinggi kebebasan dan kemerdekaan. Namun di sisi ketika kebebasan dan kemerdekaan itu untuk bangsa Palestina Amerika menutup mata dan tak peduli. Keadaan yang memaksa Amerika berwajah ganda dan munafik.
Semoga peringatan kemerdekaan kali ini semakin menyadarkan Amerika jika kebebasan dan kemerdekaan adalah hak semua bangsa dan karenanya penjajahan di atas dunia ini harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan pri keadilan.
Dan di abad ini penjajahan Israel kepada bangsa Palestina harus dieliminir. Jika tidak, peringatan Fourth of July menjadi hambar dan tanpa makna.
Jamaica Hills, 6 Juli 2025
Imam / Direktur Jamaica Muslim Center New York.