Jakarta || KASTV - Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan menerima apresiasi tinggi dari Komisi III DPR RI atas keberhasilan mereka dalam mengungkap kasus penculikan balita berusia 4 tahun, Bilqis, di Kota Makassar. Hanya dalam waktu singkat, empat pelaku berhasil ditangkap, dan fakta mengejutkan mengenai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) lintas provinsi pun terkuak.
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menegaskan bahwa pengungkapan cepat kasus ini adalah bukti nyata keberlanjutan reformasi Polri. Ia menilai kinerja aparat kepolisian sejalan dengan program prioritas Presiden Prabowo Subianto dalam memerangi TPPO.
"Komisi III mengapresiasi Polri yang berhasil menangkap pelaku penculikan anak bernama Bilqis dalam waktu yang sangat singkat," ujar Habiburokhman dalam keterangannya, Selasa (11/11/2025).
Lebih lanjut, ia memuji dedikasi personel kepolisian yang bekerja totalitas, bahkan rela tidak pulang ke rumah demi menemukan korban. "Terlihat sekali bagaimana dedikasi dan profesionalisme personel Polri yang sejak saat kejadian all out mengejar pelaku siang dan malam," tambahnya.
Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Djuhandhani Rahardjo Puro, mengungkapkan rincian tragis mengenai nasib Bilqis yang sempat diperjualbelikan hingga tiga kali oleh pelaku berbeda, menunjukkan indikasi kuat adanya jaringan perdagangan anak.
Transaksi Pertama (Rp3 Juta): Korban diculik dan pertama kali dijual oleh seorang wanita berinisial SY kepada NH dengan harga Rp3 juta. NH, yang datang dari Jakarta, menjemput korban di Makassar.
Transaksi Kedua (Rp15 Juta): NH kemudian membawa Bilqis ke Jambi dan menjualnya kembali kepada pasangan suami istri, MA (42) dan AS (36), seharga Rp15 juta, dengan dalih membantu keluarga yang belum memiliki anak selama 9 tahun. Setelah serah terima, NH melarikan diri ke Sukoharjo, Jawa Tengah, dan mengaku telah menjadi perantara adopsi ilegal sebanyak 3 kali.
Transaksi Ketiga (Rp80 Juta): Rantai kejahatan ini berlanjut. Pasangan AS dan MA kembali menjual Bilqis kepada salah satu kelompok suku di Jambi dengan harga mencapai Rp80 juta.
"AS dan MA mengaku membeli korban dari NH sebesar Rp30 juta dan menjual kembali kepada kelompok salah satu suku di Jambi seharga Rp80 juta. Keduanya telah mengaku memperjualkan 9 bayi dan 1 anak melalui TikTok dan WA," terang Djuhandhani, mengungkap modus operandi media sosial yang digunakan sindikat tersebut.
Saat ini, keempat pelaku telah ditahan. Polisi terus mendalami kemungkinan adanya jaringan perdagangan anak yang lebih luas dan lintas provinsi. Kasus ini menjadi peringatan keras mengenai maraknya praktik adopsi ilegal dan TPPO anak yang mengancam keselamatan generasi muda di Indonesia.(*)
