SIDOARJO || Kasuaritv.com - Proyek rehabilitasi gedung di SMP Negeri 1 Krembung, Sidoarjo, menjadi sorotan tajam setelah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) menemukan adanya dugaan kelalaian serius dalam penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta kualitas mutu beton. Temuan ini memicu kekhawatiran besar terkait keamanan struktural bangunan, terutama karena menyangkut keselamatan penghuni dan pengunjung sekolah.
Aktivis LIRA, Joko, bersama rekan media, mendatangi lokasi proyek sebagai bagian dari fungsi kontrol sosial. Dalam kunjungannya, Joko menyoroti beberapa kejanggalan mendasar yang seharusnya tidak terjadi, apalagi pada proyek yang didanai oleh pemerintah.
Joko LIRA menegaskan bahwa penerapan K3 adalah keharusan mutlak dalam setiap proyek konstruksi, baik pemerintah maupun swasta, dan seharusnya menjadi "kiblat" bagi proyek lainnya. Namun, di lokasi rehabilitasi SMPN 1 Krembung, ia tidak melihat adanya konsultan pengawas atau pelaksana yang secara aktif memberikan teguran terhadap potensi bahaya di lapangan.
Saat dikonfirmasi, beberapa pekerja beralasan baru bekerja dan tidak mengetahui detail proyek. Lebih mengkhawatirkan, ketika ditanya tentang pengawas, mereka menjawab,
"Gak mesti datangnya itu mas, kadang pagi, kadang siang, bahkan sore. Selebihnya tidak tahu dan saya hanya bekerja saja." jelas salah satu pekerja yang ada di lokasi.
Pelaksanaan K3 dalam proyek konstruksi di Indonesia diatur ketat, antara lain oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, yang menjadi dasar utama K3 di berbagai sektor. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), yang mewajibkan perusahaan, termasuk sektor konstruksi, untuk menerapkan sistem manajemen risiko K3 yang efektif.
Peraturan Menteri PUPR Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK), yang secara spesifik mengatur penerapan SMKK di proyek konstruksi, termasuk kewajiban kontraktor untuk mematuhi standar K3, identifikasi dan penilaian risiko, serta penyediaan Alat Pelindung Diri (APD).
Selain masalah K3, Joko LIRA juga menyoroti dugaan kualitas beton (cor) yang kurang baik pada struktur penyangga atap depan sekolah. Secara visual, terlihat batu koralnya nampak kurang padat.
Dugaan ini sangat krusial karena mutu beton menentukan kekuatan dan keamanan struktur bangunan, terutama untuk fasilitas publik seperti sekolah. Mutu beton wajib mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) yang berlaku untuk bangunan gedung. Salah satu standar utama adalah SNI 03-2847 (Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung) yang kini telah diperbarui.
Meskipun membutuhkan tenaga ahli untuk pengujian laboratorium guna menyatakan kualitas cor, temuan kasat mata ini sudah cukup menjadi sinyal bahaya. Sayangnya, tidak adanya Konsultan Pengawas maupun pelaksana di tempat membuat konfirmasi teknis tidak dapat dilakukan secara langsung.
Pihak sekolah, melalui Humas Idha Juwati, S.Pd., menyambut baik kedatangan Joko LIRA dan rekannya, bahkan menunjuk salah satu guru untuk mendampingi. Pihak sekolah menerima temuan ini sebagai masukan penting.
Menanggapi hal tersebut, Joko LIRA menyatakan bahwa temuan ini telah disampaikan kepada perwakilan sekolah.
"Besar harapan saya pihak Dinas pendidikan Sidoarjo bidang Sarpras lebih jeli lagi karena berkenaan dengan keamanan penghuni dan pengunjung pada bangunan tersebut (nyawa)," ujar Joko
Sebagai langkah selanjutnya, Joko akan membawa temuan ini untuk didiskusikan dengan pimpinan LIRA dan menunjuk tenaga ahli di bidang konstruksi.
"Biar gak berandai-andai nanti setelah kami kaji bersama tim, buruk atau baik kita baru ambil langkah lebih lanjut, dan sengaja kita tidak sebutkan CV. nya dulu saat ini," tutup Joko.(*)