Dalam surat bernomor 35/Somasi/IWQI-LBK/X/2025, IWQI menilai KPH Banten tidak menjalankan kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Sebelumnya, organisasi ini telah mengirim surat permohonan data dengan nomor 09/IWQI-LBK/Skr/PI/IX/2025 tertanggal 29 September 2025. Namun hingga kini, tidak ada tanggapan resmi dari pihak Perhutani selaku induk KPH Banten.
Ketua IWQI Lebak, Agus Hidayat, mengatakan pihaknya menemukan indikasi pembiaran dan kurangnya pengawasan di kawasan hutan Blok Sawidak, tepatnya di Petak 48, Petak 43G (seluas 18,26 hektare), dan Petak 43D (seluas 6,54 hektare). Total area yang terdampak kerusakan mencapai sekitar 65 hektare, yang diduga kuat akibat aktivitas penambangan batu bara ilegal.
“Kami menilai ada pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan informasi publik. Masyarakat berhak mengetahui sejauh mana kerusakan terjadi dan siapa yang harus bertanggung jawab,” ujar Agus saat dihubungi, Senin (6/10/2025).
IWQI meminta Kepala KPH Banten segera memberikan klarifikasi serta membuka akses informasi mengenai kondisi hutan, potensi kerugian negara, dan upaya penanganan yang telah dilakukan. Jika dalam waktu dekat tidak ada respons, IWQI berencana melaporkan persoalan tersebut ke Ombudsman RI, Komisi Informasi, serta aparat penegak hukum (APH).
“Transparansi menjadi hal penting untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Kami tidak ingin publik terus dibiarkan tanpa kejelasan atas kerusakan di hutan milik negara,” kata Agus.
Langkah IWQI Lebak ini menambah sorotan terhadap pengelolaan kawasan hutan di wilayah Banten Selatan, yang dalam beberapa tahun terakhir disebut rawan aktivitas tambang ilegal dan lemahnya pengawasan dari otoritas kehutanan.