Dugaan Manipulasi Amdal dan Perpanjangan SHP oleh Oknum Camat, SBI Desak Penegak Hukum Usut Tuntas

Dugaan Manipulasi Amdal dan Perpanjangan SHP oleh Oknum Camat, SBI Desak Penegak Hukum Usut Tuntas



 CIREBON — Dugaan keterlibatan oknum Camat Gempol dalam manipulasi dokumen terkait analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan perpanjangan Surat Hak Pengelolaan (SHP) PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk menuai sorotan. Pemimpin Redaksi Sahabat Bhayangkara Indonesia (SBI), Agung Sulistio, mengecam keras tindakan yang dinilai mencederai integritas aparatur negara dan transparansi pemerintahan desa.

Informasi yang diperoleh SBI menyebutkan, Camat Gempol bersama tim legal PT Indocement mendatangi kediaman Subhan, Kuwu Desa Palimanan Barat. Dalam pertemuan itu, mereka membawa dokumen berjudul “Peningkatan Produksi dan Amdal” dengan dalih hasil rapat daring bersama desa-desa lain. Penggunaan istilah tersebut diduga menjadi cara untuk mendorong penandatanganan dokumen tanpa penjelasan mendetail terkait implikasi hukumnya.

Beberapa waktu setelah pertemuan tersebut, Subhan mendengar kabar bahwa PT Indocement telah memperpanjang SHP tanpa sepengetahuan pihak desa. Merasa janggal, ia kemudian menghubungi Camat Gempol untuk meminta klarifikasi. Namun, tanggapan camat justru memicu kecurigaan lantaran mengarah pada pertemuan tertutup di Rumah Makan Kharisma, dengan permintaan agar Subhan hadir seorang diri.

Mencium adanya kejanggalan, Subhan memutuskan membawa saksi, yaitu H. Mustani, untuk memastikan proses pertemuan berlangsung terbuka dan objektif. Langkah ini memunculkan dugaan kuat adanya upaya tekanan dan ketidaktransparanan dalam proses administratif yang seharusnya melibatkan musyawarah desa.

Dari perspektif hukum pertanahan, setiap perpanjangan SHP wajib merujuk pada Undang-Undang Pokok Agraria dan peraturan pelaksanaannya, serta melibatkan persetujuan masyarakat atau pemerintah desa sebagai pemilik kewenangan wilayah. Jika terbukti terdapat manipulasi dokumen atau penyalahgunaan wewenang, unsur pelanggaran pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dapat terpenuhi. Selain itu, indikasi maladministrasi membuka ruang bagi Ombudsman RI untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

“Praktik seperti ini tidak bisa dibiarkan. Kami mendesak aparat penegak hukum, baik kepolisian, kejaksaan, maupun KPK bila diperlukan, untuk turun tangan menyelidiki indikasi rekayasa dokumen dan potensi gratifikasi,” ujar Agung dalam keterangannya.

Agung menambahkan, proses penyusunan Amdal dan peningkatan produksi perusahaan harus dilakukan secara terbuka melalui mekanisme resmi, bukan melalui tekanan tersembunyi atau manipulasi administratif. Menurutnya, pengawasan publik menjadi kunci untuk mencegah praktik penyalahgunaan kewenangan yang merugikan masyarakat desa.

SBI juga mendorong Ombudsman RI agar segera menindaklanjuti laporan ini demi menjaga integritas pemerintahan lokal. Jika terbukti ada intimidasi, manipulasi, atau pelanggaran etik oleh aparat kecamatan maupun pihak perusahaan, langkah hukum harus ditempuh tanpa kompromi.

“Kasus ini menjadi pengingat bahwa pengelolaan sumber daya alam tidak boleh dilakukan dengan cara-cara terselubung. Negara wajib hadir melindungi kepentingan rakyat di atas kepentingan korporasi,” tegas Agung.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال