Jakarta (KASTV) - Gelombang dugaan korupsi dana aspirasi di Kabupaten Sorong terus menyeruak. Seorang aktivis antikorupsi dari Jakarta memastikan telah mengantongi bukti rekaman pengakuan langsung anggota DPRD aktif Fraksi Golkar, yang diduga kuat menyabotase dana aspirasi senilai Rp1,5 miliar.
Modusnya, dana aspirasi tersebut disalurkan melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU), lalu diarahkan ke CV yang terafiliasi dengan oknum anggota DPRD bernama Heri Purwanto. Setelah itu, proyek dipecah menjadi beberapa bagian, dan sebagian besar dana ditarik kembali oleh sang anggota dewan untuk dikerjakan sendiri.
“Kami punya dua bukti rekaman. Pertama, pengakuan langsung anggota DPRD. Kedua, rekaman warga yang menyatakan pekerjaan itu milik Pak Heri, anggota DPRD aktif Fraksi Golkar,” ungkap aktivis itu, Senin (14/10/2025).
Tak berhenti di situ, aktivis tersebut juga menuding dinas teknis terkait ikut membantu tindakan KKN dalam proyek tersebut, dan karenanya harus ikut bertanggung jawab atas korporasi yang dibangun bersama oknum DPRD itu.
Pantauan media di lapangan menemukan bahwa proyek drainase dari dana aspirasi itu menggunakan batu lembek dan tidak sesuai spesifikasi teknis, sehingga menimbulkan dugaan kuat adanya manipulasi kualitas pekerjaan demi mempercepat pencairan dana.
Aktivis itu menegaskan, dugaan sabotase ini tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada anggota DPRD lain di Kabupaten Sorong.
“Jika satu kasus ini dibuka, bisa jadi yang lain ikut terseret. Dari satu titik bisa berkembang, bahkan berpotensi membongkar keseluruhan pola. Ini bisa jadi sejarah baru dalam pemberantasan korupsi di NKRI,” ujarnya.
Ia juga mewanti-wanti KPK dan Kejaksaan Agung agar bekerja secara profesional dan sesuai prosedur hukum. (redaksi)
> “Kami peringatkan KPK dan Kejaksaan Agung, jangan main-main dengan kasus ini. Bukti pidana sudah cukup untuk menjerat satu orang. Jika tidak ada tindakan tegas, ribuan media dan narasi akan terus terbit, menceritakan kegagalan KPK dan Kejaksaan Agung dalam menegakkan hukum,” tegasnya menutup.
Publik kini menanti langkah nyata aparat penegak hukum. Apakah berani menembus tembok kekuasaan DPRD Sorong, atau justru membiarkan dana aspirasi rakyat terus disabotase atas nama proyek pembangunan?