Isu Ijazah dan Kualitas Kepemimpinan Gibran Dinilai Jadi Beban Pemerintahan

Isu Ijazah dan Kualitas Kepemimpinan Gibran Dinilai Jadi Beban Pemerintahan



Jakarta— Polemik seputar keaslian ijazah yang menyeret keluarga Presiden Joko Widodo, khususnya Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dinilai telah mengganggu fokus kehidupan berbangsa. Alih-alih membicarakan mutu kebijakan pemerintah, publik kini justru terseret pada perdebatan soal keabsahan dokumen pendidikan.

 

Sejumlah kalangan menilai, isu ijazah tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dengan keraguan publik terhadap kualitas Gibran sebagai pemimpin. “Ada dua persoalan utama: publik meragukan kapasitas Gibran, dan masih teringat kasus perubahan syarat usia calon wakil presiden oleh Mahkamah Konstitusi yang saat itu dipimpin pamannya,” ujar seorang pengamat Agustinus Edy Kristianto, dikutip dari laman FB, Minggu (28/9/2025).

 

Kualitas kepemimpinan, menurut pengamat, dapat dilihat dari rekam jejak intelektual, pengalaman bisnis, maupun karya yang dihasilkan. Namun, kiprah Gibran di ranah usaha juga dipertanyakan. Beberapa lini bisnis yang pernah dikaitkan dengannya, seperti Markobar dan Goola, tidak terdengar perkembangannya.

 

Dari sisi pendidikan, jejak akademik Gibran juga menuai tanda tanya. Ia diketahui menempuh SMP di SMPN 1 Surakarta, salah satu sekolah favorit di Solo. Namun, publik mempertanyakan jalur masuk, prestasi akademik, hingga alasan tidak melanjutkan ke SMA negeri favorit di kota itu. Gibran kemudian melanjutkan studi setara SMA di Singapura dan Sydney selama lima tahun.

 

Sementara itu, kasus ijazah SMA Gibran di Singapura tengah bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hasil putusan pengadilan dinilai akan menentukan arah polemik ini.

 

Namun, bagi sebagian kalangan, perdebatan mengenai ijazah bukanlah inti persoalan. “Sekalipun terbukti dokumennya asli, itu tidak serta merta menunjukkan kualitas kepemimpinan. Yang lebih penting adalah kapasitas intelektual dan integritas hati seorang pemimpin,” katanya.

 

Isu ini diprediksi bakal menjadi beban politik tersendiri bagi Presiden Prabowo Subianto. Jika tidak dikelola dengan baik, polemik yang berlarut-larut berpotensi menggerus kepercayaan publik dan mengulang praktik politik populis tanpa substansi pada Pemilu mendatang.

 

Tim liputan

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال