PEMALANG – Pengelolaan anggaran sosialisasi peraturan (sosper) DPRD Pemalang menuai sorotan. Dana miliaran rupiah yang seharusnya dikelola Sekretariat DPRD justru disebut dititipkan ke sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Praktik ini menimbulkan tanda tanya, mengapa anggaran legislatif justru “menumpang” pada dinas eksekutif.
Sejumlah OPD dan camat mengaku tidak pernah mengusulkan kegiatan sosper dalam Anggaran Perubahan 2025. Namun, tercatat ada alokasi Rp100 juta untuk beberapa dinas seperti Dinas, Badan, Inspektorat, dan Setda, serta Rp50 juta untuk tiap kecamatan. Ironisnya, kegiatan sosper disebut sudah dilaksanakan sebelum anggaran cair. Akibatnya, beberapa OPD harus menalangi kebutuhan konsumsi dan uang saku peserta.
Biaya terbesar kegiatan ini diduga terserap pada honor narasumber. Anggota DPRD yang tampil dalam acara di kecamatan sesuai dapil masing-masing menerima Rp1,2 juta per jam, bahkan bagi yang tidak hadir. Publik menilai skema ini menyerupai “tarif pembicara nasional” dan menyebut kegiatan sosper sebagai pengganti kunjungan kerja (kunker) yang dihapus setelah aksi unjuk rasa Agustus lalu.
Media kabarSBI Jawa Tengah sempat mengonfirmasi hal ini kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Pemalang selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Pertanyaan mencakup efektivitas kegiatan, alasan anggota DPRD menjadi narasumber, hingga transparansi pola penganggaran. Namun Sekda hanya menjawab singkat, “Maaf, akan saya cek kembali dengan tim.”
Sejumlah kalangan menilai pola titipan anggaran ini rawan konflik kepentingan dan menyalahi prinsip akuntabilitas. Publik mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Tengah serta aparat penegak hukum segera melakukan audit. Hingga kini, DPRD Pemalang masih belum memberikan keterangan resmi.
Apakah praktik titipan anggaran ini sekadar strategi DPRD menghindari sorotan, atau justru indikasi adanya permainan anggaran yang lebih besar? Publik menunggu jawaban.