Banyak Aktivis dan Pegiat Sosial Ditahan Pasca Demo, UU ITE Kembali Jadi Sorotan

Banyak Aktivis dan Pegiat Sosial Ditahan Pasca Demo, UU ITE Kembali Jadi Sorotan



Jakarta — Gelombang aksi unjuk rasa yang terjadi pada 25, 28, dan 29 Agustus 2025 lalu berujung duka mendalam. Sedikitnya 10 orang meninggal dunia, termasuk mahasiswa, pelajar, tukang becak, hingga pegawai pemerintahan. Namun, selain korban jiwa, muncul pula korban dari jeratan hukum, terutama aktivis dan pegiat sosial yang kini ditahan dengan tuduhan melanggar UU ITE dan KUHP Pasal 160 tentang penghasutan.


Sejak pertama kali disahkan pada 2008, UU ITE kerap menuai kritik karena pasal-pasal “karet” yang dianggap membuka ruang kriminalisasi, khususnya Pasal 27 dan 28. Meski telah mengalami dua kali revisi, terakhir pada Januari 2024, pasal-pasal bermasalah masih sering digunakan untuk menjerat warga, aktivis, hingga jurnalis.


Beberapa tokoh yang ditangkap pasca-demo antara lain:

  • Delpedro Marhaen, Direktur Lokataru Foundation (1 September 2025).

  • Muzaffar/Mujaffar Salim, staf Lokataru (2 September 2025).

  • Syahdan Husein, aktivis terkait akun Gejayan Memanggil (ditangkap di Bali).

  • Khariq Anhar, mahasiswa Universitas Riau, admin Aliansi Mahasiswa Penggugat (29 Agustus 2025).

  • Sosok berinisial RAP atau “Prof. R”, dituduh sebagai “koordinator molotov” (2 September 2025).

  • Figha Lesmana (@fighaaaaa di TikTok, 3 September 2025).

  • Laras Faizati Khairunnisa, staf AIPA, ditangkap di rumahnya di Cipayung (1 September 2025).

  • Saiful Amin alias Sam Oemar, orator aksi di Kediri (2 September 2025).


Mereka dituduh melanggar Pasal 160 KUHP serta sejumlah pasal dalam UU ITE, khususnya terkait ujaran kebencian, provokasi, dan penyebaran konten bermuatan ajakan perlawanan.


Pemerhati telematika dan multimedia, Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes, menilai penggunaan UU ITE terhadap para aktivis ini berpotensi salah sasaran. Menurutnya, penerapan pasal kerap tidak konsisten, di satu sisi menjerat aktivis kritis, namun di sisi lain membiarkan kelompok lain yang justru lebih vulgar dalam menyerang pemerintah.


“Peristiwa akhir Agustus lalu bukan hanya menelan korban jiwa, tapi juga korban dari jeratan hukum yang berisiko menggerus kebebasan sipil,” ujar Roy, Senin (8/9/2025). Ia mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada terhadap praktik kriminalisasi dengan UU ITE yang masih berulang meski sudah direvisi.


Kasus ini kembali menegaskan dilema lama: UU yang awalnya dirancang untuk melindungi masyarakat dalam ranah digital justru kerap digunakan untuk menjerat warganya sendiri.(*)

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال