![]() |
Ketgam: Ilustrasi |
By : Ikhlas xgrd
Satu tahun sudah Gubernur Sulawesi Tenggara, Andi Sumangerukka (ASR) memimpin. Jika diibaratkan kapal, maka kapal bernama Sultra ini terlihat berlayar lambat, kadang berputar tanpa arah, dan sering menabrak batu karang kepentingan. Janji-janji kampanye yang dulu begitu meyakinkan, kini mulai dipertanyakan substansinya oleh publik.
🎯 Program Minim, Kemiskinan Tak Tersentuh
Laporan Forum Advokasi Mahasiswa Hukum Indonesia (FAMHI Sultra) menyebutkan bahwa program 100 hari dan setahun pemerintahan ASR–Hugua tidak menyentuh persoalan mendasar. Kemiskinan naik, pengangguran tak teratasi, dan pelayanan publik berjalan di tempat. Kritik keras menyebut ASR lebih sibuk dengan pencitraan lewat baliho dan jargon-jargon militeristik, ketimbang mengeksekusi janji perubahan (radarkendari.com, transjurnal.com).
Survei Jaringan Suara Indonesia (JSI) memang menyebut skor kinerja ASR–Hugua berada di angka 77,45/100 (cukup baik), namun data juga menunjukkan 73% masyarakat tidak tahu program prioritas pemerintah provinsi. Sebuah ironi: pemerintah bekerja, rakyat tak tahu arah kerjanya (bursabisnis.id).
🧍♂️ Rakyat Kecil Digusur, Birokrasi Diduga Dikuasai Titipan
Kebijakan penggusuran PKL di Kendari yang dilakukan tanpa solusi relokasi menunjukkan ketidakhadiran empati negara terhadap rakyat kecil. Di sisi lain, isu dugaan nepotisme dalam rekrutmen PPPK dan mutasi di Dinas Pendidikan serta BKD menambah daftar masalah tata kelola birokrasi.
LPPK (Lembaga Pemantau Pelayanan Kebijakan) menduga adanya praktik transaksional dalam penempatan ASN—pelanggaran terhadap prinsip meritokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi (rakyatpostonline.com).
🏗️ Proyek Infrastruktur Tanpa Arah
Proyek seperti rencana jembatan Muna–Buton menuai kritik tajam karena dinilai tidak sesuai visi awal dan belum menyentuh kebutuhan mendesak masyarakat seperti akses jalan rusak, pendidikan, layanan kesehatan, serta digitalisasi daerah blankspot. Ketua DPD Demokrat Sultra bahkan menyebut Pemprov saat ini seperti “kapal tanpa arah” (halosultra.com, sultrapedia.com).
⚠️ Tambang Membesar, Rakyat Tersingkir
Salah satu catatan terkelam di tahun pertama kepemimpinan ASR adalah masifnya ekspansi tambang nikel, emas, dan batuan, yang sering kali tidak dibarengi dengan kepastian hukum, keadilan sosial, dan perlindungan lingkungan.
Selama 12 bulan terakhir:
Konflik agraria di Kolaka Utara, Konawe Selatan, dan Morowali kian tajam. Masyarakat adat dan petani kerap berhadapan dengan alat berat tanpa musyawarah.
Di Kabupaten Konawe, aktivis lingkungan dari WALHI mencatat bahwa setidaknya 3 desa kehilangan akses air bersih akibat aktivitas tambang nikel, namun Pemprov belum memberi langkah tegas terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.
Izin Usaha Pertambangan (IUP) terus dikeluarkan tanpa transparansi. Beberapa media menyebut adanya keterlibatan jaringan politik dalam distribusi izin ini, termasuk kepada perusahaan yang baru berdiri kurang dari 6 bulan.
Yang lebih tragis, di beberapa wilayah, masyarakat hanya jadi penonton di tanahnya sendiri. Mereka digusur tanpa ganti rugi, sementara hasil tambang dibawa keluar tanpa bekas.
🧾 "Sumbangan Pribadi" Tak Menutup Lubang Tata Kelola
Gubernur ASR beberapa kali viral karena aksi filantropi—membayar biaya pengobatan, mudik gratis, hingga membantu warga. Namun di balik aksi itu, publik mulai bertanya: Apakah tata kelola Pemprov berjalan baik, jika kepala daerah harus terus turun tangan secara pribadi?
Akademisi dari UHO mengingatkan bahwa bantuan pribadi tidak boleh menjadi pengganti sistem. "Yang dibutuhkan adalah sistem yang adil, bukan karisma yang viral," ujarnya dalam diskusi publik (Kompas.id, Juni 2025).
🔍 Refleksi: Pemimpin yang Membesarkan Masalah, Bukan Solusi
Satu tahun ASR berjalan penuh simbol, namun kosong substansi. Ketika birokrasi carut-marut, tambang merajalela, dan pedagang kecil terusir, maka kepemimpinan kehilangan arah dan moralitasnya.
Sulawesi Tenggara tidak butuh pemimpin pencitraan. Ia butuh pemimpin yang hadir dengan akal, hati, dan keberanian menegakkan keadilan di atas kekuasaan.
Jika satu tahun pertama saja sudah melahirkan begitu banyak luka dan konflik, maka bayangan empat tahun ke depan justru mengundang cemas.
Dan rakyat Sultra kini hanya punya dua pilihan: bertanya atau bersuara. Karena diam di bawah pemimpin yang gagal, adalah bentuk pembiaran terhadap penderitaan yang akan diwariskan lebih panjang.
📌 Referensi Utama:
RadarKendari.com, TransJurnal.com, Bursabisnis.id, RakyatPostOnline.com, Halosultra.com, Sultrapedia.com, Kompas.id
Wawancara warga Kendari, Kolaka Utara, dan Konawe – Tim Lapangan KasuariTV, Juni–Agustus 2025
Data & laporan WALHI Sultra, Forum Honorer, dan Akademisi UHO
Catatan redaksi kasuaritv.com
Kamis, 7 Agustus 2025