Kritik Boleh, Tapi Jangan Terjebak Ujaran Kebencian

Kritik Boleh, Tapi Jangan Terjebak Ujaran Kebencian


By Ikhlas Xgrd

Media sosial kini jadi ruang bebas berekspresi. Namun kebebasan itu sering kali kebablasan, seperti kasus komentar akun Facebook Ariyan Mahesa yang menyinggung etnis Bugis dan menyeret nama Gubernur Sultra dalam isu pertambangan.


Apapun alasannya, membawa identitas suku ke dalam kritik politik adalah langkah keliru. Kritik semestinya diarahkan pada kebijakan, bukan menyerang pribadi atau etnis. Alih-alih mencerahkan, pernyataan seperti itu justru memperkeruh suasana dan berpotensi memecah belah masyarakat.


Gubernur Sultra tentu boleh dikritik. Publik berhak mempertanyakan komitmen pemerintah daerah terkait pengelolaan tambang nikel yang kerap menimbulkan polemik: mulai dari kerusakan lingkungan, ketidakjelasan distribusi manfaat, hingga potensi konflik kepentingan. Itu isu nyata yang harus dibedah secara jernih.


Sayangnya, komentar Ariyan Mahesa meleset jauh dari substansi. Yang seharusnya jadi kritik kebijakan, berubah menjadi ujaran kebencian yang menyasar etnis dan pribadi gubernur. Tak heran jika publik menilai pernyataan itu berbahaya dan akhirnya dilaporkan ke polisi.


Di era digital ini, kita perlu lebih cerdas. Kritik harus tetap lantang, tapi dengan argumen yang kuat, data yang jelas, dan bahasa yang santun. Sebab, tujuan kritik adalah perbaikan, bukan sekadar melampiaskan amarah atau menebar kebencian.


Jika ingin membangun Sulawesi Tenggara yang lebih baik, mari kita tinggikan kualitas kritik. Jangan biarkan perbedaan pandangan politik atau persoalan tambang menggerus persatuan masyarakat. Ingat, kritik boleh, ujaran kebencian jangan.


Redaksi kasuaritv.com

Kendari, 22 Agustus 2025

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال