![]() |
Ketgam: Ilustrasi |
KENDARI (KASTV) – Pemerintah Kota Kendari melalui keputusan Wali Kota telah menetapkan Upah Minimum Kota (UMK) tahun ini sebesar Rp 3,3 juta. Namun, fakta di lapangan jauh dari harapan. Banyak pekerja, khususnya di sektor informal dan warung makan, mengaku masih menerima gaji hanya Rp 1,5 juta per bulan.
Seorang pekerja yang ditemui di Kota Kendari, saat berbincang di sela perjalanannya menggunakan transportasi online, mengaku miris dengan kondisi tersebut.
“UMK 3,3 juta itu cuma simbolis saja, mas. Nyatanya banyak teman-teman di Kendari masih digaji Rp 1,5 juta. Bahkan hampir seluruh pekerja di warung makan masih di bawah standar,” ungkapnya.
Tak hanya soal upah yang jauh dari regulasi, pekerja juga menyoroti fasilitas transportasi yang dulunya ditanggung perusahaan, kini tidak lagi diberikan. Kondisi ini semakin menekan daya beli dan kesejahteraan pekerja.
Penetapan UMK Rp 3,3 juta sebelumnya diumumkan Wali Kota Kendari yang dikenal sebagai salah satu kepala daerah terkaya di Sulawesi Tenggara. Namun, penerapan di lapangan justru terkesan lemah karena tidak ada pengawasan serius terhadap perusahaan maupun usaha kecil.
Aktivis pekerja menilai hal ini merupakan bentuk lemahnya pengawasan ketenagakerjaan di Kendari.
“Kalau pemerintah serius, harus ada inspeksi mendadak di setiap perusahaan, warung makan, dan usaha lainnya. Jangan cuma berhenti di angka keputusan di atas kertas,” kata salah satu pengamat ketenagakerjaan di Kendari.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: sejauh mana peran pemerintah daerah memastikan regulasi yang sudah ditetapkan benar-benar dijalankan? Apakah UMK hanya sekadar angka di atas kertas, sementara pekerja tetap bergelut dengan upah murah?
redaksi