Opini oleh Rachman Salihul Hadi - Pemimpin Redaksi IMC
Perdebatan mengenai
keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali menyeruak ke ruang publik.
Berbagai pihak bersuara, ada yang mendukung, ada yang mencibir, bahkan tidak
sedikit yang terjebak dalam polemik berkepanjangan. Pertanyaannya sederhana: apa
salahnya seorang pemimpin menunjukkan ijazahnya secara terbuka?
Sesungguhnya, polemik
ini tak perlu terjadi apabila sejak awal dilakukan langkah transparan. Publik
tentu berhak tahu dan mendapatkan kepastian, sebab menyangkut kredibilitas
seorang kepala negara. Bukan semata-mata soal selembar kertas bernama ijazah,
melainkan soal trust, kepercayaan rakyat terhadap pemimpin yang mereka
pilih.
Sayangnya, perdebatan
ini justru sering dipersempit menjadi serangan politik, bahkan kadang dianggap
penghinaan. Padahal, di negara demokrasi, keterbukaan informasi adalah hal
wajar. Permintaan masyarakat agar presiden menunjukkan ijazah bukanlah bentuk
kebencian, melainkan bagian dari tradisi akuntabilitas.
Alih-alih dilihat
sebagai penghinaan, seharusnya ini dianggap peluang emas untuk menegaskan
integritas. Apabila ijazah memang benar adanya, maka memperlihatkannya justru
akan mematahkan segala tuduhan sekaligus menghentikan polemik yang membuang
energi.
Polemik ini juga
bukan tanpa dampak. Gugatan demi gugatan hukum, sidang demi sidang, opini
publik yang terbelah semua itu memakan dana operasional, tenaga, dan
pikiran. Aparat negara, pengadilan, serta media terseret dalam pusaran
isu yang sebenarnya bisa diselesaikan hanya dengan satu tindakan sederhana: menunjukkan
bukti otentik.
Berapa banyak
anggaran negara yang seharusnya bisa dialokasikan untuk pendidikan, kesehatan,
atau pembangunan, malah terbuang sia-sia hanya karena persoalan ini tidak
segera dituntaskan?
Pentingnya Keteladanan
Seorang pemimpin
bukan hanya dipandang dari kebijakan yang dihasilkan, tetapi juga dari sikap
sederhana yang menunjukkan keteladanan. Transparansi dalam hal sekecil apapun
akan menjadi contoh positif bagi rakyat. Jika seorang presiden berani membuka
diri, pejabat di bawahnya pun akan terdorong untuk berlaku jujur dan terbuka.
Pada akhirnya, rakyat
tidak menuntut banyak. Mereka hanya ingin diyakinkan bahwa orang yang memimpin
negeri ini benar-benar memiliki rekam jejak akademik yang sah. Apa sulitnya
untuk sekadar memperlihatkan selembar ijazah?
Opini ini bukan soal
menyerang pribadi, melainkan soal good governance. Jika transparansi
dianggap sebagai ancaman, maka demokrasi kita sedang berjalan mundur.
Maka sekali lagi,
pertanyaan yang layak diajukan: apa salahnya Jokowi menunjukkan
ijazahnya? Karena tanpa itu, kita hanya akan terus terjebak dalam
debat sia-sia yang menguras energi bangsa.
***