Jakarta – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengambil langkah kontroversial dengan melarang mahasiswa internasional untuk berkuliah di Harvard University, Boston. Kebijakan ini langsung menuai reaksi dari berbagai kalangan.
Menurut Dr. Jerry Massie, MA, PhD, pakar kebijakan publik dari American
Global University, Harvard kini dinilai telah bergeser dari kampus yang dulunya
dikenal moderat atau konservatif menjadi institusi yang dianggap radikal,
termasuk dalam aspek pengajarannya yang kini menyoroti isu-isu seperti ras dan
identitas gender secara intens.
“Trump melarang mahasiswa asing karena menilai Harvard termasuk kampus yang
memiliki sikap antisemit. Padahal, pemerintah setiap tahun memberikan dana
hingga 100 juta dolar AS atau sekitar Rp1,6 triliun kepada kampus tersebut.
Namun, Harvard dianggap lebih mengutamakan mahasiswa internasional ketimbang
mahasiswa lokal,” jelas Jerry, Rabu (28/5/2025).
Ia menambahkan bahwa sekitar 31 persen dari total mahasiswa Harvard
merupakan pelajar internasional, dan banyak dari mereka juga menerima beasiswa.
Beberapa tokoh dunia seperti putri Presiden Tiongkok Xi Jinping dan putri Raja
Belgia Philippe juga diketahui menempuh pendidikan di universitas ini.
Harvard, yang didirikan oleh John Harvard pada tahun 1636, merupakan salah
satu universitas ternama dunia yang berdampingan dengan MIT, Caltech,
Princeton, Berkeley, Yale, Columbia, Oxford, dan Cambridge.
Salah satu penyebab utama kemarahan Trump terhadap Harvard adalah permintaan
data pribadi mahasiswa asing yang tidak dipenuhi oleh pihak universitas.
Pemerintah AS mengklaim bahwa sebagian mahasiswa asing diduga memiliki kaitan
dengan jaringan teroris, namun permintaan data tersebut ditolak oleh pihak
kampus.
Jerry mengungkapkan bahwa saat ini terdapat 87 mahasiswa asal Indonesia yang
tengah belajar di Harvard. Mereka kemungkinan harus pindah ke kampus lain atau
bahkan terancam deportasi. Dari sekitar 54 ribu pelamar tahun ini, Harvard
hanya menerima 1.937 mahasiswa.
Lebih lanjut, Jerry menyampaikan bahwa persaingan antara AS dan Tiongkok
tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi, seperti tarif impor—di mana AS
mengenakan bea masuk sebesar 10 persen dan Tiongkok sebelumnya 30
persen—melainkan juga merambah ke dunia pendidikan. Trump bahkan berencana
mencabut seluruh visa mahasiswa asal Tiongkok yang tengah belajar di berbagai
kampus di Amerika karena banyak di antara mereka merupakan anak dari anggota
Partai Komunis Tiongkok.
Tahun 2025 ini, mahasiswa asal Tiongkok mendominasi jumlah pelajar asing di
Harvard dengan jumlah sekitar 2.100 orang, disusul oleh India (790), Korea
Selatan (430), Jepang (260), dan Singapura (150).(*)