![]() |
Plaza Singapura (Foto sumber: www.cict.com.sg) |
JAKARTA (KASTV) – Sekitar 1000 WNI pindah kewarganegaraan ke Singapura dengan alasan ekonomi untuk mendapat kehidupan yang lebih baik. Mereka yang pindah justru WNI berusia produktif, punya keahlian dan berprestasi.
Pengamat kebijakan publik dari Political and Public Policy Studies (P3S), DR
Jerry Massie PhD mengatakan miris, bahkan mengenaskan ribuan WNI yang pindah
menjadi WN Singapura.
“Ironisnya lagi mereka yang pindah tersebut adalah lulusan mahasiswa yang
berprestasi dan memiliki bakat (telenta) tinggi. Saya kira ini kesalahan
pemerintahan Jokowi yang membiarkan WNI ini pindah,” ujar Jerry Massie, Kamis
(13/7).
Jerry yang alumni perguruan tinggi Amerika Serikat ini menegaskan, di
Amerika jika mahasiswa diberikan loan atau pinjaman maka mereka wajib
mengembalikan ke negara.
“Sementara di Indonesia tidak ada kebijakan atau aturan yang seperti itu.
Saya nilai pemerintah kita seperti macan ompong yang tak punya ‘educational
policy and educational breaktrough’ (kebijakan dan terobosan pendidikan),”
tegasnya.
Jerry pun menyarankan agar kejadian serupa tidak berulang maka pemerintah
Indonesia harus menyediakan tempat bagi para ahli-ahli yang mengambil studi di
luar negeri baik itu yang kuliah di Oxford, Cambridge di Inggris, Harvard,
Stanford, Yale University, Berkeley, Columbia University, MIT, Caltech, New
Yotk University, Princeton sampai Jhon Hopkins dan kampus lainnya.
“Jadi ada sistem pengembalian ‘tax’ atau pinjaman mahasiwa yang dibiayai
negara lewat jalur scholarship (beasiswa),” jelasnya.
Pengamat Pendidikan dari Universitas Multimedia Nusantara, Doni Kusuma
mengatakan ada yang salah dalam kebijakan terhadap hal ini.
“Ada yang salah dalam kebijakan WNI yang belajar dan mencari pekerjaan di
luar negeri sehingga bisa dengan mudah berpindah kewarganegaraan. Saya
prihatin,” katanya.
Doni mempertanyakan pemahaman bela negara dan nasionalisme serta kecintaan
terhadap merah putih terhadap WNI yang pindah warga negara. Apalagi alasan
kepindahan warga negara hanya karena menyangkut ekonomi.
Dia mendorong metode kecintaan dan nasionalisme terhadap negara harus
digerakan kembali seperti yang dilakukan pemerintah pada tahun 70-an.
Koordinator Forum Kajian Isu Strategis Negara Demokrasi (Forum KiSSNed)
Erlangga Abdul Kalam juga mengaku prihatin adanya fenomena warga Indonesia
pindah kewarganegaraannya.
Erlangga menyebut kepindahan kewarganegaraan tidak bisa disalahkan kepada
WNI tersebut. Sebab mereka pindah warga negara karena berkeinginan untuk
memiliki kehidupan yang layak.
“Beberapa pola yang digunakan oleh Singapura untuk merekrut penduduk barunya
adalah dengan menggunakan beasiswa, pekerjaan yang menjanjikan dan pelayanan
fasilitas publik yang memadai. Disamping itu juga, standar biaya hidup yang
murah menjadi pilihan bagi WNI,” ujarnya.
Namun, sambung Erlangga, yang lebih menyakitkan ketika mengetahui bahwa
ternyata yang pindah menjadi WN Singapura adalah orang-orang pintar dan
memiliki talenta di Indonesia.
Dirjen Imigrasi Indonesia, Silmy Karim, baru-baru ini mengatakan sebanyak
1.000 WNI bertalenta pindah menjadi warga negara Singapura setiap tahun.
Silmy mengatakan, data 1.000 WNI per tahun itu berasal dari tahun 2019-2022.
Alasan-alasan seperti kesempatan bekerja, infrastruktur, dan pendidikan yang
lebih baik disebut menjadi faktor pendorong para WNI untuk mendaftar sebagai
warga negara Singapura.
Silmy mengungkapkan, kepindahan sejumlah WNI ke Singapura karena ingin
mendapatkan kesempatan dan kehidupan yang lebih baik adalah wajar.
Istilah tersebut merujuk pada perpindahan orang-orang pintar dan terdidik ke
luar negeri sehingga negara asalnya kehilangan “otak” yang terampil.
“Ini fenomenanya kan yang pindah itu adalah orang-orang produktif memiliki
keahlian, expertise, dan talenta-talenta baik ini kan merupakan aset. Bagaimana
kita menjaga mereka supaya ada di Indonesia? Itu kan menjadi PR bersama,”
ujarnya. (Johan)