JAKARTA (KASTV) - Forum Advokasi Mahasiswa Hukum Indonesia (FAMHI)
Sultra- Jakarta kembali mendesak Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) RI untuk segera melakukan pemanggilan dan
pemeriksaan terhadap Plt Bupati Kolaka Timur (Koltim) Provinsi Sulawesi
Tenggara (Sultra) atas perkara dugaan suap dan gratifikasi terhadap sejumlah
anggota legislatif Koltim, Rabu (12/7).
Salah satu pengurus FAMHI Sultra – Jakarta, Fahril Wael
menjelaskan, bahwa kasus perkara dugaan suap tersebut secara kelembagaan telah
resmi dilaporkan ke KPK RI.
Wael mengatakan,
korupsi adalah merupakan kategori tindakan extraordinary crime
(kejahatan luar biasa) yang senantiasa menjadi musuh utama yang patut untuk di
perangi secara bersama-sama. Karena akibat dari korupsi adalah meningkatnya
angka kemiskinan serta akan membawa dampak buruk terhadap stabilitas ekonomi
dan sistem pelayanan publik pada suatu negara.
Wael menambahkan, sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 1 ayat
(3) Indonesia adalah Negara Hukum. Maka sudah sepantasnya di negeri ini tidak
ada yang kebal Hukum, siapapun dia ketika bersalah harus diproses sesuai dengan
mekanisme Undang-Undang yang berlaku, dan aparat penegak hukum harus menjamin
prinsip-prinsip hukum itu.
Wael menjelaskan, kasus dugaan suap ini berawal dari
pemilihan Wakil Bupati Kolaka Timur tahun 2022. “Terkonfirmasi dari Anggota
DPRD Koltim saudari RS yang ikut menerima “dengan kata sandi Donat”.
Bahwa dalam pertemuan itu, AA Merancang rencana agar dalam
pemilihan di DPRD Kolaka Timur bisa dia memenangkan pertarungan wakil Bupati
Kolaka Timur, AA kemudian memerintahkan timnya untuk melobi Anggota DPRD Kolaka
Timur dari fraksi partai pengusung saudari DM. Setelah pertemuan di Hotel Sutan
Raja Kolaka kemudian timnnya bergerak yang dikomandoi SN yang merupakan Ketua
DPRD Kolaka Timur dari Fraksi Nasdem, dan akhirnya bisa menarik Golkar 2 suara,
Gerindra 2 suara dan PAN 1 suara,” jelas Wael.
Untuk diketahui, tambah Wael, setelah AA berhasil terpilih
sebagai wakil bupati, 13 (tiga belas) Anggota DPRD Kolaka Timur beserta tim
diajak ke Jakarta untuk liburan dan entertaint dan mereka menginap di Hotel
Borobudur Jakarta.
“Bahwa setelah AA terpilih, Handphone Vivo yang diberikan
kepada delapan Anggota DPRD Kolaka Timur kemudian ditarik kembali untuk
dimusnahkan, tinggal satu Handphone yang tidak ditarik yaitu milik saudari RS
karena beralasan hilang, semua bukti percakapan dan foto uang dolar dan foto
pertemuan di rumah AA dan di hotel Sutan Raja Kolaka masih tersimpan di
Handphone tersebut,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Umum FAMHI Sultra – Jakarta, Midul
Makati menambahkan, sebagai informasi setelah uang dugaan suap dan gratifikasi
tersebut diterima dari AA, kemudian beberapa Anggota DPRD Kolaka Timur termasuk
saudari RS dan R menyuruh saudara U (nama panggilan) untuk menukarkan dalam
bentuk rupiah ditempat penukaran mata uang asing “Haji La Tunrung Cab. Kendari”
yang beralamat di Jalan H. Abdul Silondae Nomor. 127 Korumba, Kecamatan
Mandonga, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.
“Bahwa berdasarkan penjabaran dan uraian diatas kami yang
tergabung dalam Forum Mahasiswa Hukum Indonesia Sulawesi Tenggara – Jakarta
mendesak KPK RI untuk memanggil dan memeriksa Plt Bupati Kolaka Timur AA yang
diduga memberi suap dan gratifikasi untuk memilih dirinya,” ujar Midul.
Selain itu, pihaknya juga mendesak KPK RI untuk memanggil 13
(tiga belas) Anggota DPRD Kolaka Timur yang diduga sebagai penerima suap dan
gratifikasi dari AA.
“Mendesak KPK RI untuk memanggil dan memeriksa saudari RS
dan R selaku anggota DPRD Kolaka Timur yang ikut menerima suap dan gratifikasi.
Dan mereka siap memberikan keterangan,” tutupnya. (Rep: Ahmad)