Koordinator INVEST.
Menteri BUMN dan para petinggi PLN tebar pesona bahwa program HSH (Holding/Sub-Holding) yang saat ini dipaksakan diterapkan di PLN bukan bertujuan untuk Liberalisasi kelistrikan. Mereka ini membodohi masyarakat khususnya keluarga besar PLN. Atau jangan2 mereka tidak ngerti bahwa saat ini sebenarnya sudah terjadi kondisi Liberal ?
Kalau ada satu pembangkit saja, misal di System Jawa-Bali, sudah bukan milik PLN tetapi di miliki IPP swasta, maka System kelistrikan Jawa-Bali tersebut disebut Liberal !
Ambil contoh PLTU Batang 2000 MW disebelah barat Semarang itu bukan milik PLN tetapi milik keluarga Menteri BUMN Erick Tohir bersama Itechu dan Java Power (Jepang) yg bernaung dibawah IPP Bimasena Powerindo . Dengan demikian System kelistrikan Jawa-Bali sudah dalam kondisi Liberal ! Apalagi ada juga IPP PLTU Paiton Energy 2.045 MW di Jatim yg dimiliki Luhut Binsar P, General Electric, Nebras (AS) , Mitshui (Jepang), Jerra (Jepang). Ada lagi PLTU Celukan Bawang 1.026 MW di Bali (milik Huadian, China), ada juga PLTU Suralaya 4.000 MW yang disana ada Shenhua (China), JK, PJB. Dan masih banyak lagi PLTU yang bukan milik PLN (bahkan pembangkit PLN di Jawa-Bali yg beroperasi hanya dibawah 10 %). Disamping itu di sisi ritail sudah bukan milik PLN lagi tetapi sudah dijual oleh Dirut Dahlan Iskan mulai 2010 dalam bentuk curah/bulk/"whole sale market" ke Tommy Winata (SCBD), James Riady (Meikarta), Central Park, PIK ke Taipan 9 Naga. Sedang yang recehan dijual dalam bentuk Token yg dikuasai perusahaan DI danTaipan 9 Naga yang "voucher" nya dijual lewat Alfamart dll. Di System Jawa-Bali ini PLN hanya memiliki jaringan Transmisi dan Distribusi itupun sudah di sewa oleh para pemain listrik swasta diatas !
Artinya kelistrikan Jawa-Bali saat ini sudah menjadi "bancakan" secara Liberal pengusaha swasta Aseng/Asing dan Taipan 9 Naga yang difasilitasi oleh "Oligarkhi Peng Peng" saat itu seperti Luhut BP,JK, Dahlan Iskan, Erick Tohir dkk.
Teruss ? Ngapain Erick Tohir, Dirut PLN serta para petinggi Manajemen PLN teriak teriak program HSH bukan untuk Liberalisasi PLN ? Padahal fakta lapangan sudah dalam kondisi Liberal parah ?
Saat ini semuanya hanya tinggal menunggu penerapan kompetisi penuh atau "Multy Buyer and Multy Seller" (MBMS) System yang akhir2 ini istilah ini di "simpan rapat" seolah agar rakyat jangan sampai tahu ! Dalam kondisi MBMS kelistrikan di biarkan berlangsung secara bebas/Liberal tanpa kendali dari Negara lagi. Maka untuk negara berkembang seperti Kamerun, tahun 1999, tarip listrik saat "peak load" antara jam 5 sore - 10 malam pernah melonjak sampai 15x lipat (penuturan Louis Corral pada sidang MK).
Dan berlangsungnya MBMS Jawa-Bali akan terjadi menunggu penerapan :
1. HSH (Holding/Sub-Holding) secara keseluruhan (termasuk HSH Transmisi).
2. Pencabutan subsidi listrik dengan menaikkan daya 450VA dan 900VA menjadi 1.300 VA.
3. Terbitnya UU "Power Wheeling System" (saat ini dlm proses antara ESDM-Komisi VII DPR RI).
4. IPO Jawa-Bali.
Bila Jawa-Bali sudah berlangsung MBMS, maka PLN Jawa-Bali akan dibubarkan dan Luar Jawa-Bali akan diserahkan ke PEMDA selaras adanya semangat Otonomi Daerah.
Itulah "grand design" dari "The Power Sector Restructuring Program" (PSRP) konsep IFIs (International Financial Institutions) seperti WB,ADB, IMF pada 25 Agustus 1998 sebagai follow up terbitnya LOI (Letter Of Intent) pada 31 Oktober 1997 sebagai konsekuensi hutang LN (saat itu) sebesar AS$ 140 miliar.
PSRP muncul sbg "political will" IFIs yg di tekankan ke Pemerintah RI saat itu agar perusahaan2 listrik mereka ( GE, EDF, Siemens, Mitsubishi, Arreva, ABB, Marubeni dst) bisa "menjajah" Indonesia.
Meskipun faktanya sekarang justru Komunis (Shenhua, Huadian, Chengda, Shinomach, Harbin, CNEEC dst) yang mendominasi Indonesia !
KESIMPULAN :
Adalah bohong besar yg dikatakan Menteri BUMN, DIRUT PLN dan seterusnya yang mengatakan bahwa program HSH tidak untuk meliberalkan PLN !
Faktanya kelistrikan dari data diatas sudah Liberal "parah", hanya menunggu berlangsungnya MBMS (yg indikasinya justru menjadi "Hidden agenda" karena istilah ini tidak pernah dimunculkan !).
Dan semua ini memang sudah menjadi "political will" dari LOI agar Negara tidak urus lagi BUMN Strategis Pelayanan Publik (seperti PLN ).
PERTANYAANNYA :
Kemana "jargon" NAWA CITA yang digembar gemborkan sejak 2014 awal ? Dan prakteknya justru hadirnya "Oligarkhi Peng Peng" seperti diatas ? Yang justru "menunggangi" adanya LOI dan PSRP untuk kepentingan pribadi para "Peng - Peng" diatas ?
Bagaimana ini pak Presiden ??
RAKYAT HARUS TETAP MELAWAN ! KALAU TIDAK, AKHIR 2024 KELISTRIKAN PASTI AKAN HANCUR HANCURAN !!
ALLOHUAKBAR !!
MERDEKA !!
MAGELANG, 30 NOPEMBER 2022.