Teken Aturan Polisi Bisa Menjabat di 17 Kementerian/Lembaga, Muslim Arbi: Kapolri Melawan Hukum atas Putusan MK

Teken Aturan Polisi Bisa Menjabat di 17 Kementerian/Lembaga, Muslim Arbi: Kapolri Melawan Hukum atas Putusan MK

JAKARTA - Pengamat politik dan hukum, Muslim Arbi, menilai langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menandatangani aturan internal Polri yang memungkinkan anggota kepolisian aktif menduduki jabatan di 17 kementerian/lembaga sebagai tindakan yang melawan hukum dan bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Aturan tersebut menjadi sorotan publik setelah terungkap bahwa Polri menerbitkan regulasi internal mengenai penugasan anggota kepolisian aktif di instansi sipil strategis — mulai dari kementerian teknis, lembaga negara non-kementerian, hingga badan otoritas tertentu. Keputusan itu langsung memicu respons keras dari sejumlah pengamat dan aktivis hukum tata negara.

Menurut Muslim Arbi, langkah Listyo Sigit Prabowo adalah bentuk pembangkangan terhadap hukum tertinggi setelah undang-undang, yakni putusan MK.

“Putusan MK bersifat final and binding. Ketika Kapolri justru membuat aturan yang memperbolehkan polisi aktif menduduki jabatan sipil, itu artinya Kapolri melawan hukum dan mengakali putusan MK,” kata Muslim Arbi dalam keterangannya, Jumat (12/12/2025).

Ia menegaskan bahwa putusan MK telah jelas melarang TNI maupun Polri aktif menempati jabatan sipil karena bertentangan dengan prinsip demokrasi dan penegakan hukum modern. 

Mahkamah Konstitusi dalam beberapa putusan sebelumnya menyatakan bahwa anggota Polri maupun TNI aktif tidak boleh menduduki jabatan sipil. MK menekankan bahwa:

-Polisi dan tentara adalah alat negara yang bekerja berdasarkan komando, bukan politik elektoral.

-Pengisian jabatan sipil oleh aparat berseragam mengancam netralitas, akuntabilitas, dan check and balance.

-Jabatan sipil harus diisi melalui mekanisme kepegawaian sipil untuk mencegah konflik kepentingan.

Muslim Arbi menilai bahwa jika Polri tetap memaksakan skema penempatan anggota aktif di 17 kementerian/lembaga, maka negara sedang bergerak ke arah penyalahgunaan kekuasaan.

Muslim mengatakan, “Publik wajar curiga. Negara ini harus dijalankan oleh sistem sipil, bukan aparat bersenjata. Ketika polisi masuk ke berbagai sektor, itu berbahaya bagi demokrasi.”

Keputusan Kapolri ini dinilai dapat berbuntut panjang secara politik. Menurut sejumlah analis, jika pemerintah tidak segera memberikan klarifikasi, maka potensi tuduhan pembiaran pelanggaran hukum oleh elite pemerintah tak terhindarkan.

Muslim Arbi menilai bahwa Presiden wajib menegur Kapolri dan memerintahkan pembatalan aturan tersebut.

“Ini soal kepatuhan terhadap MK. Jika Kapolri tidak tunduk pada putusan MK, maka siapa lagi yang harus tunduk? Negara ini akan kacau,” tegasnya.

Muslim menegaskan bahwa aturan Polri itu tidak hanya bertentangan dengan MK, tetapi juga merusak prinsip pemisahan kekuasaan dan profesionalisme institusi kepolisian.

Kontroversi penempatan polisi aktif di 17 kementerian/lembaga menjadi ujian besar bagi kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit. Jika aturan ini dibiarkan, publik khawatir Polri akan semakin jauh dari reformasi institusional yang dijanjikan sejak era Reformasi 1998.

Muslim Arbi mengakhiri pernyataannya dengan peringatan keras:

“Kapolri harus tunduk pada konstitusi. Kalau hukum saja dilanggar oleh penegak hukum tertinggi, lalu bagaimana rakyat bisa percaya pada penegakan hukum di negeri ini?”
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال