SIDOARJO || KASTV - Rabu, (3/12/25) Program pendidikan dasar gratis dan berkualitas di Kabupaten Sidoarjo terancam porak-poranda oleh dugaan praktik pungutan biaya fantastis yang mencuat di SMP YPM 1 Taman, Sidoarjo. Kasus ini tidak hanya memberatkan wali murid, tetapi juga disinyalir kuat melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang mewajibkan pendidikan dasar (SD–SMP) gratis, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Skandal ini terkuak setelah adanya laporan masyarakat pada 28 November 2025 mengenai salah satu siswa yang ditahan nomor ujian semester ganjilnya karena belum melunasi pembayaran.
Saat dikonfirmasi, Humas SMP YPM 1 Taman, Atok, terkesan mengakui praktik penahanan nomor ujian tersebut, namun berdalih adanya toleransi.
"Pada intinya ujian untuk siswa jika memang wali murid belum bisa membayar bisa di bicarakan kapan beliau sangup membayar dan nomor kita kasihkan," tutur Atok.
Saat wali murid datang ke sekolah pada 29 November 2025, Atok kembali menekankan, "Kami memberi toleransi yang penting orang tua ada etikat baik untuk membayar."
Namun, fakta di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Wali murid tersebut mengaku sudah berusaha mencari pinjaman sebesar Rp 550.000 untuk mengangsur, tetapi nomor ujian tetap tidak diberikan karena masih ada tanggungan SPP bulan November dan Desember. Wali murid juga mengeluhkan besarnya biaya daftar ulang yang mencapai Rp 1.500.000.

Dugaan pungutan ini jelas-jelas bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada 27 Mei 2025. Putusan judicial review ini secara eksplisit menegaskan bahwa frasa "tanpa memungut biaya" dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas harus dimaknai inklusif, mencakup penyelenggaraan pendidikan dasar di sekolah negeri dan swasta.
Ironisnya, SMP YPM 1 Taman adalah penerima dana bantuan pemerintah yang sangat besar. Berdasarkan laporan penerimaan Dana BOS tahun 2025, sekolah ini menerima total Rp 2.013.336.000 yang rinciannya:
*BOS Reguler: Rp 1.204.560.000 (Tahap 1 dan 2)
*BOS Daerah: Rp 808.776.000 (Rp 846.000 x 956 siswa)
Laporan penggunaan dana BOS sendiri mengindikasikan bahwa semua kebutuhan operasional sekolah, termasuk pembayaran honorarium dan kegiatan asesmen/evaluasi pembelajaran (yang mencakup biaya ujian/ulangan) seharusnya sudah tercakup.
Meskipun demikian, sekolah masih membebankan pungutan sebesar Rp 550.000 per siswa dan mewajibkan pembayaran.
Pada 1 Desember 2025, saat awak media kembali mendatangi sekolah, Humas Atok mengatakan bahwa wali murid bisa mengajukan keringanan pada bulan Januari, tetapi pembebasan pembayaran tidak bisa kecuali untuk siswa berprestasi dan hafal Al-Qur'an. Atok kemudian pergi tanpa pamit, diduga sengaja menghindar dari pertanyaan lebih lanju
Upaya menghubungi Kepala Sekolah, Indah, melalui WhatsApp juga tidak direspons. Sikap tidak kooperatif ini sangat disayangkan karena dinilai tidak mencerminkan visi dan misi sekolah yang salah satunya adalah menerapkan pendidikan akhlak mulia.
Dugaan pungutan ini menuai kecaman keras dari berbagai Organisasi Masyarakat (Ormas) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Sidoarjo.
Hadi, Wakil Ketua Ormas FPPI, pada 2 Desember 2025 menyatakan, "Pungutan di sekolah adalah momok bagi wali murid terutama yang kurang mampu. Kami akan bersurat dan mengirim Dumas agar diproses sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku."
Sementara itu, Joko dari LIRA DPK Porong juga menegaskan bahwa pungutan tersebut sudah mencederai peserta didik dan melanggar PP Nomor 17 Tahun 2010.
"Kami akan membuat aduan agar menjadi efek jera," kata Joko.
Lebih lanjut, LIRA juga berencana melaporkan adanya dugaan penggelembungan jumlah siswa penerima BOS tahun ajaran 2019/2020 yang mencapai 1.295 siswa, melebihi batas maksimum 1.056 siswa untuk jenjang SMP berdasarkan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 dan Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018.
Hingga berita ini diturunkan, pihak awak media belum menerima tanggapan resmi dari Kabid BOS, Netty, yang dihubungi pada 2 Desember 2025 untuk menanyakan dasar hukum pungutan di sekolah swasta dan praktik yang terjadi.
Publik menunggu sikap tegas dari Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dan penegak hukum terkait dugaan pelanggaran hukum dan penyalahgunaan dana pendidikan ini.(M.Suratman)

