Kausalitas Sumpah Palsu Juncto KUHP-KUHAP dan Tempus-Lokus Delikti Tentang Sumpah Palsu dan Mekanisme Tuntutan

Kausalitas Sumpah Palsu Juncto KUHP-KUHAP dan Tempus-Lokus Delikti Tentang Sumpah Palsu dan Mekanisme Tuntutan

 


Opini oleh Damai Hari Lubis - Pengamat Kebijakan Umum Hukum dan Politik (KUHP)

 

Sumpah palsu vide pasal 242 KUHP merupakan peristiwa delik yang terjadi dimuka persidangan oleh seorang atau beberapa orang saksi a charge atau a de charge, termasuk keterangan ahli sekalipun jika memberikan keterangan tidak benar atau bukti palsu, dengan didasari prinsip bahwa semua orang secara hukum dituntut untuk wajib memberikan keterangan yang benar dan sebenar-sebenarnya dihadapan hakim, jika rekayasa atau melenceng maka pertimbangan putusan hakim potensial mencederai HAM seseorang, akibat vonis tidak berkepastian hukum dan tidak berkeadilan.'

 

Maka andai bisa dibuktikan kebohongan si saksi atau ahli dimaksud berdasarkan komparasi alat bukti sesuai data dan fakta hukum yang dimiliki dan harus diperlihatkan pada saat itu juga oleh pihak lainnya kepada Majelis Hakim saat agenda persidangan berlangsung, yang menunjukan fakta bahwa keterangan dari saksi adalah bohong sedangkan diri kesaksiannya dibawah sumpah, maka proses tehnis (acara) pelaksanaan terhadap peristiwa hukum khusus "sumpah palsu harus merujuk kepada pasal 174 KUHAP Jo. Pasal 242".

 

Pasal 174 KUHAP Jo. Pasal 242 KUHP merupakan mekanisme/ tehnis hukum yang satu paket atau satu pasangan, sehingga kedua pasal ini, spesial untuk hakim dapat "melaksanakan hak dan kewenangan hukum", selain demi menjaga marwah lembaga peradilan dan para hakim terhadap hak yang mereka (para hakim) miliki serta demi mencegah agar hakim tidak membuat  pertimbangan putusan yang keliru atau "vonis yang tidak berkeadilan".

 

Catatan spesial dan khusus, bahwa kedua pasal ini (KUHAP dan KUHP) hanya jika ada dugaan yang diawali adanya pihak yang keberatan dan demi memastikan keterangan saksi atau bukti yang dihubungkan dengan barang bukti tersebut adalah tidak benar, karena bertentangan dengan keterangan atau bukti yang sesungguhnya sesuai alat bukti yang pihak terlapor (TDW/ KORBAN) miliki.

 

_Dan bahwasanya Pasal 174 KUHAP ini adalah sah digunakan selain oleh pihak terlapor maupun pelapor atau oleh majelis hakim sendiri yang mengetahui adanya alat bukti yang saling bertentangan namun jelas kebohongan atau kepalsuanya sesuai hukum yang ada._

 

Pasal 242 KUHP (Keterangan Palsu dibawah sumpah) adalah dasar hukum pidana materiil yang mengatur sanksi hukum terhadap perilaku delik pidana yang "sengaja" dengan modus operandi memberikan keterangan palsu di bawah sumpah di muka persidangan, dan ancaman pidananya adalah penjara 7 tahun atau 9 tahun jika merugikan terdakwa.

 

Maka proses terhadap kebohongan dihadapan majelis hakim persidangan diawali atas dasar permintaan pihak TDW atau Korban dan *atau oleh Hakim sendiri* karena menemukan kebohongan.

 

Polanya, atas permintaaan lisan dari pihak Pengacara TDW atau TDW sendiri kepada Hakim agar majelis hakim memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan penuntutan kepada saksi yang melakukan kebohongan dibawah sumpah.

 

Atau hakim sendiri jika mengetahui adanya keterangan bohong/palsu dapat memperingatkan saksi yang berbohong dimaksud untuk menarik keterangan atau kesaksiannya yang palsu, dan jika tetap, maka demi hukum hakim bisa memerintahkan penahanan terhadap saksi yang memberikan kesaksian palsu dimaksud, untuk dituntut pidana oleh JPU karena sumpah palsu (Pasal 242 KUHP).

 

*_Momentum lokus dan tempus pasal 174 KUHAP dan 242 KUHP._*

 

Rumusan khusus mekanisme pelaporan memiliki keterkaitan atas peristiwa delik yang tepat saat berjalannya persidangan (lokus dan tempus) yang dilakukan oleh subjek hukum saksi dan atau ahli yang memberikan keterangan atau kesaksian palsu, sehingga praktiknya bukan pelaporannya dibuat oleh sang korban atau para advokat setelah diluar ruangan persidangan.

 

Kesemuanya tentu tidak terlepas atau harus memahami lebih dulu ketentuan yang diatur oleh pasal 184 KUHAP Ayat (1) KUHAP tentang Alat Bukti, yang menegaskan bahwa keterangan saksi yang disampaikan dihadapan persidangan, adalah salah satu alat bukti yang sah, sehingga keabsahan keterangan saksi yang disumpah menjadi sangat penting untuk dijamin kebenarannya, jika tidak ingin beresiko terkena sanksi hukum.

 

Selanjutnya terkait Pasal 242 KUHP jo. Pasal 174 KUHAP saksi sebelum memberikan keterangan mesti di bawah sumpah sesuai agama, maka bila:

 

* Keterangan saksi di muka persidangan kuat diduga palsu;

* Hakim Ketua Sidang sah untuk menerapkan Pasal 174 KUHAP, sebagai acuan proses hukumnya, hakim akan lebih dulu memberi peringatan dan ancaman pidana (Pasal 242 KUHP), namun jika saksi tetap bersikeras atas kesaksiannya, maka;

* Hakim dapat memerintahkan penahanan saksi untuk dituntut pidana atas sumpah palsu.

* Membuat berita acara untuk diserahkan ke JPU;

* JPU akan menuntut berdasarkan Pasal 242 KUHP sebagai tindak pidana tersendiri, di mana keterangan palsu tersebut menjadi unsur pentingnya.

 

Reflektif, Penulis pernah memberi tahu kepada sebuah tim advokasi ketika ada temuan "sumpah palsu" dipersidangan di salah satu Pengadilan di Jawa Tengah, namun ditentang, karena laporan kepada pihak penyidik baru direncanakan dan dipublis melalui video yutub dan media on line pasca persidangan, atau bukan saat persidangan merujuk teori Pasal 174 KUHAP. Disayangkan sumbangsih pencerahan hukum penulis ditolak, hanya dengan "dalil ngasal alias ngeyel", walau pada kanyataannya tim advokasi tersebut tidak jadi melaporkan saksi pembohong/sumpah palsu dimaksud.

 

Kesimpulan, terhadap dugaan telah terjadinya delik Jo. Pasal 242 KUHP atau tindak pidana sumpah palsu, teori hukum acara dan momentum pelaporan atau pola tuntutannya khusus merujuk aturan Pasal 174 KUHAP dan praktik penanganannya serta merta dapat langsung diproses ditengah berlangsungnya persidangan.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال