Tumpukan Limbah Plastik Cemari Bantaran Sungai, Pemkab Bekasi Diminta Bertindak Tegas

Tumpukan Limbah Plastik Cemari Bantaran Sungai, Pemkab Bekasi Diminta Bertindak Tegas

Bekasi — Keberadaan tumpukan limbah plastik di bantaran Sungai Polo Sirih, Desa Sukajadi, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, menuai sorotan warga. Mereka menilai pemerintah desa setempat terkesan tutup mata terhadap aktivitas pengusaha limbah yang menimbun dan mencuci plastik di area tersebut.

Padahal, program Bupati Bekasi dalam mengatasi persoalan banjir menekankan pentingnya penertiban dan pembongkaran bangunan liar (bangli) di sepanjang bantaran sungai. Namun, di Desa Sukajadi, praktik tersebut justru dibiarkan berlangsung tanpa tindakan.

Seorang warga yang enggan disebut namanya berharap pemerintah daerah segera turun tangan.

“Kami minta Bupati segera membongkar bangunan liar di sepanjang Jalan Polo Sirih. Limbah plastik yang ditumpuk di bantaran sungai itu membuat lingkungan kotor dan bisa menyebabkan banjir,” ujarnya, Rabu (22/10/2025).

Warga lain juga menilai keberadaan tumpukan limbah tersebut merusak keindahan lingkungan karena lokasinya berdekatan dengan permukiman.

"Setiap hari kami disuguhi pemandangan tumpukan plastik di tepi sungai. Pemerintah harus tegas, jangan biarkan bantaran sungai dijadikan tempat usaha limbah,” katanya.

Meski telah dikonfirmasi sejak 27 September hingga 15 Oktober 2025, Kepala Desa Sukajadi Amir Hamzah belum memberikan tanggapan terkait permasalahan ini.

Sementara itu, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi telah memanggil pemilik usaha limbah plastik, Abdul Aziz, pada 9 Oktober 2025 untuk dimintai klarifikasi melalui Bidang Penataan dan Penegakan Hukum Lingkungan.

Tokoh masyarakat Bekasi, Samanhudi, yang dikenal dengan sapaan Ki Jaga Kali, menegaskan aktivitas tersebut jelas melanggar aturan.

"Menumpuk dan mencuci limbah plastik di bantaran sungai sangat berisiko. Saat hujan deras, plastik bisa longsor ke sungai, mencemari air, dan memperparah banjir,” ujarnya, Minggu (28/9/2025).

Samanhudi juga mempertanyakan legalitas usaha limbah tersebut.

"Perlu dicek, apakah usaha itu punya izin lengkap atau tidak,” katanya.

Ia mengingatkan, pencemaran lingkungan hidup telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 98 yang mengatur sanksi pidana bagi pelaku pencemaran. Ancamannya berupa hukuman penjara tiga hingga sepuluh tahun dan denda Rp3 hingga Rp10 miliar.

Samanhudi berharap Dinas Lingkungan Hidup, khususnya Bidang Penegakan Hukum, segera turun ke lokasi untuk melakukan sidak dan memastikan kepatuhan pelaku usaha terhadap peraturan lingkungan.

“Gakum LH perlu melihat langsung kondisi di lapangan dan memeriksa izin usahanya. Jangan sampai pencemaran ini dibiarkan,” pungkasnya.


Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال