Dalam dinamika politik Sulawesi Tenggara, kita menyaksikan satu gejala yang terus berulang: politik isu tanpa dasar. Setiap langkah pemimpin publik seolah menjadi sasaran empuk bagi spekulasi, gosip, dan narasi yang dibangun untuk menggiring opini, bukan untuk membangun pemahaman.
Fenomena ini bukan sekadar bentuk kritik yang sehat — melainkan distorsi politik yang sistematis, yang berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan daerah. Padahal, dalam sistem demokrasi, kritik seharusnya berfungsi untuk memperbaiki, bukan menjatuhkan.
Isu-isu yang menyerang Gubernur Sulawesi Tenggara akhir-akhir ini hanyalah potret kecil dari politik destruktif yang mengorbankan rasionalitas publik demi kepentingan sesaat. Ketika rumor didorong tanpa verifikasi dan dibumbui dengan narasi tendensius, yang lahir bukanlah kontrol sosial, melainkan pembusukan nalar publik.
Sulawesi Tenggara membutuhkan energi positif — bukan kegaduhan yang melemahkan. Baik Gubernur maupun Wakil Gubernur Hugua adalah representasi rakyat yang sedang berjuang menjalankan amanah. Maka, sudah seharusnya publik memberi ruang bagi mereka untuk bekerja, bukan dirundung oleh spekulasi politik murahan.
KasuariTV berpandangan, sudah waktunya seluruh elemen masyarakat — media, akademisi, aktivis, dan elit politik — beralih dari narasi destruktif menuju narasi konstruktif. Kritik boleh, bahkan wajib, tetapi harus berbasis data, logika, dan integritas intelektual.
Sejarah tidak akan mencatat siapa yang paling banyak menyebar isu, tetapi siapa yang bekerja nyata untuk rakyatnya.
Ikhlas Arsyad
Tajuk Redaksi, KasuariTV
