Diduga Ada Rekayasa Dokumen, Perpanjangan SHP Indocement di Cirebon Dipersoalkan Aparat Desa

Diduga Ada Rekayasa Dokumen, Perpanjangan SHP Indocement di Cirebon Dipersoalkan Aparat Desa

CIREBON — Polemik perpanjangan Surat Hak Pengelolaan (SHP) milik PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk di wilayah Kecamatan Gempol, Kabupaten Cirebon, kembali mencuat. Sejumlah aparat desa dan kecamatan menyatakan keberatan atas dugaan penyalahgunaan tanda tangan mereka dalam proses pengajuan perpanjangan tersebut ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Mereka menegaskan, tanda tangan yang tercantum dalam surat undangan Jaring Aspirasi Masyarakat (JUM) hanya sebagai bukti penerimaan undangan untuk pembahasan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), bukan bentuk persetujuan atas perpanjangan SHP.

“Tanda tangan kami itu hanya untuk menerima undangan JUM. Tidak pernah ada persetujuan atas perpanjangan SHP,” ujar Camat Gempol, Sabtu (11/10/2025).

Muncul Pengakuan Warga: SHP Baru Sudah Terbit

Fakta baru disampaikan oleh tokoh masyarakat Palimanan Barat, H. Mustani. Ia mengaku telah melihat dokumen SHP hasil perpanjangan yang disebut kini berada di tangan Kuwu desa setempat.

“SHP yang baru itu sudah kami lihat, dan sekarang dipegang Kuwu Palimanan Barat. Kalau benar perpanjangan itu dilakukan tanpa musyawarah desa dan tanpa persetujuan BPD, berarti ada dugaan rekayasa administrasi,” katanya kepada perwakilan Sahabat Bhayangkara Indonesia (SBI) Jawa Barat, Saeful Yunus dan Jufri, disaksikan sejumlah warga.

Diduga Langgar Sejumlah Aturan

Aparatur desa menilai, proses yang dilakukan tidak melalui mekanisme resmi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Setidaknya terdapat empat dasar hukum yang dinilai terabaikan:

1. UUPA No. 5/1960 dan PP No. 18/2021, yang mengatur perpanjangan Hak Pengelolaan wajib melibatkan pihak terdampak dan pemerintah daerah.

2. UU Desa No. 6/2014, yang mensyaratkan keputusan terkait tanah desa dimusyawarahkan, disetujui BPD, dan ditetapkan melalui Perdes.

3. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan konsultasi publik dalam penyusunan Amdal.

4. Permen ATR/BPN No. 9/1999, yang mewajibkan dokumen persetujuan dari pihak terkait dalam setiap perpanjangan HPL.

Kepala Desa Cikeusal menegaskan bahwa seluruh proses formal tersebut belum pernah dilakukan.

"Tidak ada Perdes, tidak ada musyawarah, dan tidak ada pembahasan kontrak. Kalau tanda tangan undangan dijadikan dasar pengajuan SHP, itu pelanggaran prosedur,” ujarnya.

Sementara Kepala Desa Palimanan Barat menambahkan, hingga kini pihaknya hanya menerima undangan JUM tanpa ada tindak lanjut resmi.

Kalau desa kami dicantumkan seolah menyetujui perpanjangan, itu jelas harus dikoreksi,” katanya.

Warga Merasa Tidak Dilibatkan

Sejumlah warga menyebut sebelumnya sempat mendapat informasi bahwa aktivitas tambang Indocement akan dihentikan karena keterbatasan bahan baku. Namun, kabar perpanjangan SHP justru muncul tanpa pemberitahuan dan tanpa pelibatan masyarakat.

"Kalau benar ada manipulasi dokumen, masyarakat tentu dirugikan,” ujar salah satu tokoh warga Palimanan Barat.

Langkah Klarifikasi dan Upaya Hukum

Pemerintah desa dan kecamatan kini tengah menyiapkan surat klarifikasi resmi kepada BPN Kabupaten Cirebon, Pemerintah Daerah, dan PT Indocement.

Jika ditemukan indikasi penyalahgunaan dokumen, mereka berencana menempuh sejumlah langkah, mulai dari keberatan administratif, pelaporan ke Ombudsman atau aparat penegak hukum, hingga gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Media Akan Terus Mengawal

Pimpinan Redaksi Sahabat Bhayangkara Indonesia (SBI), Agung Sulistio, menegaskan pihaknya akan terus memantau perkembangan kasus ini.

"Kalau benar ada manipulasi dokumen, itu bukan hanya persoalan etik, tetapi juga berdampak hukum. Kami akan memberi ruang bagi aparatur desa dan masyarakat untuk menyampaikan fakta secara terbuka,” ujarnya.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Indocement maupun BPN Kabupaten Cirebon belum memberikan tanggapan resmi.





Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال