Muhammad (pbuh) Legacy for a Better World

Muhammad (pbuh) Legacy for a Better World


By Shamsi Ali Al-Newyurki

Kita masih di bulan Rabi’ul Awwal, bulan yang diyakini sebagai bulan kelahiran Muhammad SAW. Walau terjadi perbedaan pendapat tentang tanggal kelahirannya (SAW) pada umumnya berpendapat jika kelahiran beliau terjadi pada hari Senin, tgl 12 Rabi’ul Awwal. Seperti lazimnya, di setiap kali kita diingatkan dengan kelahiran beliau, ragam opini menyikapinya. Ada yang setuju dengan perayaan atau selebrasi. Ada pula yang membid’ahkan. Posisi saya dalam hal ini adalah melihat perbedaan itu sebagai hal lumrah sifatnya. 


Namun yand perlu selalu diingat, setuju atau tidak setuju dengan perayaan atau selebrasi kelahiran baginda Rasulullah, semua hendaknya sepakat bahwa meningkatkan pengetahuan tentang Rasulullah (Ma’rifatul Rasul) adalah sebuah keharusan. Dengan mengetaui Rasulullah kecintaan kita akan semakin membesar. Dan atas dasar cinta itulah kita membangun komitmen ketaatan kepadanya (SAW). Maka tiga kata: ilmu, cinta, dan taat adalah pijakan bersama dalam menyikapi baginda Rasulullah SAW. 


Rasulullah (SAW) yang dihadirkan ke atas dunia ini dengan gelar “rahmatan lil-alamin” memiliki makna yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Secara global diartikan hanya melalui beliau (SAW) manusia akan menemukan jalan menuju menuju kebaikan dan kebahagiaan dunia-akhirat. Meminjam istilah agama lain: “he is the way”. Beliau adalah jalan hidayah dan kebaikan. 


Manusia sempurna dan tauladan terbaik.


Satu hal yang pasti adalah bahwa Muhammad (SAW) itu hanya manusia. Bahkan manusia seperti kita (basyarun mitslukum). Beliau dihamilkan oleh seorang Ibu selama 9 bulan, dilahirkan dan menangis, lapar dan haus, disusui, lalu disunat. Setelah dewasa menikah dan memiliki keturunan. Bahkan menjalani kehidupan layaknya manusia biasa. Beliau sendiri  mengingatkan umatnya untuk menjalani hidup sebagaimana layaknya manusia. Bahkan mengingatkan: “barangsiapa yang tidak mengikuti jalan hidupku (menikah) bukan dari kalangan umatku”. 


Sesungguhnya tugas baginda sebagai rasul (pembawa risalah) tidak lebih dari tanggung jawab menyampaikan atau tablig (maa ‘alaika illal balaagh). Setelah menyampaikan pesan-pesan samawi (wahyu) secara sempurna maka selesailah kewajiban itu. Hal ini yang beliau pernah pastikan ketika menyampaikan khutbah perpisahan (khutbatul wada’) di padang Arafah (alaa fahal qad ballagtu?). Para sahabat pun merespon: “balaa syahidna” (benar ya Rasul,kami menyaksikan). 


Kendati demikian, tanggung jawab beliau tidak terhenti sekedar sebagai “penyampai” (muballig). Tapi tidak kalah pentingnya beliau ditetapkan sebagai tauladan terbaik (uswah hasanah) bagi seluruh alam. “Sungguh pada Rasulullah ada ketauladanan yang baik untuk kalian”. Dengan ketauladanan ini beliau mempersenofikasi  keindahan risalah (Islam) yang didakwahkannya. Dan dengan ketauladanan itu pula beliau digelari “Al-Qur’an yang berjalan” (the walking Quran). 


Ketauladanan beliau diakui dan diapresiasi tidak saja mereka yang mengimaninya. Tapi begitu banyak dari kalangan non-Muslim yang memuji dan mengapresiasi ketauladanan itu. Saya tidak ingin mengulangi apa yang telah disampaikan oleh para ahli dari kalangan non-Muslim. Baik oleh Bernard Shaw, La Martin, Michael Hart, hingga para ilmuan kontemporari seperti Karen Amstrong, dan lain-lain. Semuanya memuji Rasulullah sebagai sosok insan terbaik dan tokoh yang paling sukses. 


Tiga hal yang dirindukan dunia 


Karen Amstrong dalam bukunya “Muhammad: a Prophet of our Time” mengatakan jika saja Tuhan mengutus seorang nabi (Prophet) di abad ini, maka nabi yang paling cocok adalah Muhammad (SAW). Menurutnya lagi, ajaran nabi Muhammad sangat Universal dan tidak pernah kadaluarsa (outdated). 


Yang ingin saya garis bawahi pada catatan kali ini adalah betapa banyak hal yang menjadi peninggalan Rasulullah untuk dapat dipedomani dalam upaya membangun dunia yang lebih baik. Pada catatan ini saya memilih tiga hal penting yang saya anggap paling relevan dalam konteks dunia kita saat ini. Dunia yang penuh konflik, ketidak asilan bahkan ketidak menentuan (uncertainty). 


Satu, Rasulullah (SAW) meninggalkan jejak yang jelas dalam membangun kemuliaan bagi seluruh manusia (human dignity). Berbeda dengan dunia modern masa kini, di mana apa yang dikenal dengan “Universal values” menjadi slogan sangat populer. Rasulullah tidak sekedar menjadikannya slogan. Tapi membuktikannya dalam kehidupan nyata yang dirasakan oleh semuanya. 


Kita ambil satu contoh yang sangat populer di Amerika: “Justice for all”. Kenyataannya di Amerika keadilan itu masih terasa memihak. Sehingga kata “for all” seringkali terasa dalam implementasi hanya “for some” (untuk sebagian). Rasulullah dalam menegakkan keadilan diperlakukan untuk semua. Bahkan beliau mendeklarasikan jika keadilan itu harus ditegakkan walaupun bertentangan dengan kepentingan diri sendiri dan keluarga. 


Dua, Rasulullah SAW selalu mengedepankan kehidupan manusia (human life) dan perdamaian (peace). Rasulullah tidak pernah mengejar keuntungan atau kemenangan apapun dengan mengorbankan kehidupan dan perdamaian. Bahkan menjadikan  kehidupan dan perdamaian di atas segala-galanya. 


Semua itu dapat dilihat dari ragam peristiwa yang terjadi dalam perjalanan sejarah hidup beliau. Dari peristiwa Thaif, ke Al-Hudaibiyah, hingga ke Fathu Mekkah. Semua beliau jalani atau hadapi dengan memastikan agar tidak terjadi pertumpahan darah dan peperangan. Kalaupun terjadi peperangan maka beliau pastikan untuk meminimalisir kematian. 


Bandingkan dengan perlakukan dunia modern, khususnya dunia Barat dan Amerika yang seharusnya menjadi role model dalam kehidupan dan peradaban. Berapa nyawa manusia hilang secara sia-sia atas perlakukan Amerika dan negara-negara Eropa di Timur Tengah? Berapa nyawa orang-orang tak bersalah dari kalangan sipil, wanita dan anak-anak di Gaza karena dukungan Amerika dan Barat? 


Tiga, Rasulullah berhasil membangun perekonomian yang imbang dan menyeluruh. Bukan perekonomian dengan sekedar akumulasi profit yang besar. Tapi perekonomian yang membawa kepada kehidupan yang nyaman, aman dan terhormat. Dalam membangun perekonomian beliau tidak menjadikan semua orang kaya secara material. Ada yang kaya tapi juga banyak yang tetap miskin secara material. Namun Rasulullah berhasil menjadikan semuanya merasa kaya (dengan perhatian dan dukungan). 


Berbeda dengan dunia modern yang berhasil membangun dunia secara kaya raya. Berhasil mengakumulasi jumlah kapital yang sangat besar. Tapi gagal memberikan rasa kaya atau merasa cukup bagi masyarakat. Hal yang beliau sampaikan: “kekayaan itu bukan pada banyaknya material. Tapi kekayaan itu adalah kaya jiwa” (merasa puas). 


Tiga hal inilah sesungguhnya yang paling mendasar diperlukan dan dirindukan oleh dunia saat ini dari seorang Muhammad. Dunia merindukan sosok Muhammad yang menjunjung tinggi nilai-nilai Universal, khususnya keadilan Universal. Dunia kita merindukan Muhammad yang menghormati hidup dan menjaga perdamaian. Dan dunia kita memerlukan Muhammad yang membangun perekonomian yang memberikan rasa kemuliaan walau berkekurangan secara material. 


Semoga menjadi bahan renungan untuk kita semua. Amin! 

New York, 17 September 2025

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال