Oleh: Ikhlas
Sorong, Juli, Agustus 2025 - Proyek pembangunan Gedung Kantor Dinas Pendidikan Kota Sorong senilai Rp 7,6 miliar yang kini terbengkalai bukanlah sekadar cerita gagal konstruksi—melainkan pertaruhannya adalah kepercayaan publik di pundak birokrasi.
Pembangunan dimulai pada 7 Agustus 2024, berlokasi di Kampung Salak, Distrik Sorong Barat, dengan harapan bisa memperbaiki daya dukung pendidikan kota. Namun sampai Juli 2025, proyek itu hanya menyisakan kerangka beton tanpa dinding, atap, dan tanpa aktivitas sama sekali . Ironisnya, hal ini memicu gelombang protes dari mahasiswa, seperti HMI Cabang Sorong, yang mempertanyakan: “Anggaran Rp 7,6 miliar itu untuk pembangunan atau untuk kepentingan pribadi?” .
Pemerintah Kota Sorong melalui Asisten I mengingatkan agar tidak terburu menyematkan label 'mangkrak' sebelum kajian teknis dilakukan. Ia menyatakan anggaran itu sejatinya masih dalam tahap target, menunggu RPJNB (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Baru), bukan berarti sudah cair atau digunakan .
Namun respons seperti ini tampak tidak cukup. Masyarakat bertanya: Mengapa tidak transparan sejak awal? Mengapa anggaran publik sebesar itu belum menunjukkan hasil—tangannya masih kosong seperti fondasi tak bernyawa?
Lebih dari sekadar investigasi administratif, ini soal akuntabilitas terhadap uang rakyat. Mahasiswa dan LSM telah menyerukan Kejaksaan Negeri Sorong untuk menindaklanjuti. Kepala Seksi Pidsus sendiri telah menyatakan bahwa laporan tengah ditelaah untuk mengecek indikasi korupsi sebelum dilanjutkan ke tahap penyelidikan .
Wali Kota dan seluruh pejabat terkait tidak bisa lagi berlindung di balik jargon “kajian teknis” atau “anggaran target.” Mereka perlu membuka data RAB, progres lapangan, hingga alokasi yang sudah cair maupun belum. Jika tidak, mereka melepaskan tanggung jawab moril dan politik kepada generasi penerus yang menjadi korban kegagalan ini.
Tuntutan kita jelas:
Kajian publik dan transparan atas anggaran, progres, dan hambatan teknis.
Pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab—PPK, PPTK, kontraktor.
Jaminan penyelesaian konstruksi dengan prioritas pendidikan, bukan sekadar laporan.
Rp 7,6 miliar bukan angka main-main. Jika ini dibiarkan, bukan hanya beton yang mangkrak—tapi juga kepercayaan rakyat pada birokrasi yang rapuh. Sorong pantas mendapatkan pembangunan yang nyata, berintegritas, dan bisa dipertanggungjawabkan.
Sorong, 9 Agustus 2025