By Ikhlas
Mangkraknya pembangunan Gedung Kantor Dinas Pendidikan Kota Sorong dengan anggaran fantastis Rp 7,6 miliar adalah tamparan keras bagi akal sehat publik. Proyek yang dimulai sejak Agustus 2024 ini, hingga pertengahan 2025, justru berdiri sebagai monumen kegagalan pemerintah daerah dalam mengelola uang rakyat. Di tengah sorotan publik dan aksi protes mahasiswa, penegak hukum di daerah tampak berjalan di tempat.
Kejaks
aan Negeri Sorong memang mengaku tengah melakukan telaahan awal, tetapi publik paham bahwa tahap ini rawan “berlarut-larut” hingga kasus kehilangan nyawanya. Polda pun belum menunjukkan taringnya. Sementara itu, kontraktor dan pejabat terkait seolah bebas dari tekanan hukum yang berarti. Inilah saatnya KPK turun gunung.KPK memiliki mandat konstitusional untuk mengusut perkara korupsi yang berpotensi merugikan negara secara signifikan dan melibatkan penyelenggara negara. Kasus ini jelas memenuhi kriteria: nilai proyek miliaran rupiah, bersumber dari APBD, dan menyangkut hak publik atas fasilitas pendidikan. Lebih dari itu, mangkraknya proyek publik bukan sekadar soal bangunan yang tak selesai, tapi simbol kebocoran anggaran dan lemahnya pengawasan.
Audit forensik oleh KPK akan membongkar siapa yang bermain di balik layar: mulai dari proses tender, aliran dana termin pembayaran, hingga potensi mark-up material. Publik berhak tahu apakah proyek ini macet karena alasan teknis murni, atau memang sejak awal sudah disetting untuk menggerogoti uang rakyat.
Jika KPK diam, maka pesan yang tersampaikan ke daerah adalah: silakan mainkan proyek, toh lembaga antirasuah tak akan menoleh. Sebaliknya, jika KPK bergerak cepat, ini akan menjadi peringatan keras bagi semua pihak bahwa anggaran pendidikan—yang mestinya mencerdaskan anak bangsa—tidak boleh menjadi ladang bancakan.
Uang rakyat Rp 7,6 miliar bukan angka kecil. Setiap rupiahnya harus dipertanggungjawabkan. Jika aparat daerah tak mampu, KPK wajib hadir di Kota Sorong. Bukan sekadar untuk menuntaskan kasus ini, tetapi untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat bahwa hukum masih bisa berpihak kepada kepentingan publik.
Sorong, 9 Agustus 2025