“Baru Digemakan Keadilan untuk Sultra, Kasus Hasto Dihentikan: Apakah Harapan Harus Dibayar dengan Kemarahan Seperti 1998?”

“Baru Digemakan Keadilan untuk Sultra, Kasus Hasto Dihentikan: Apakah Harapan Harus Dibayar dengan Kemarahan Seperti 1998?”



Oleh: Ikhlas XGRD Redaksi kasuaritv

Ketika rakyat bersuara, yang diharapkan bukan janji, tapi bukti. Sulawesi Tenggara sedang bersuara. Meminta atensi dari Presiden Prabowo Subianto agar hukum tidak hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas. Meminta agar kasus-kasus besar yang membelit tanah ini—dari tambang ilegal, penggusuran tanpa belas kasih, hingga oligarki yang merampas ruang hidup—ditangani dengan taring keadilan yang sejati.


Namun ironi datang lebih cepat dari harapan. Di tengah gema keadilan yang baru saja digelorakan, publik dikejutkan oleh kabar penghentian kasus hukum Hasto Kristiyanto. Tokoh besar dari pusat kekuasaan, yang tengah diproses KPK, justru mendapat “perlindungan hukum” lewat SP3 dari Kejaksaan.


Ini bukan sekadar keputusan hukum. Ini adalah isyarat yang menusuk rasa keadilan bangsa. Dan bagi rakyat Sultra yang masih berjuang mendapatkan perhatian, ini terasa seperti pengkhianatan yang membungkam harapan.


Sultra, Tanah yang Terluka tapi Tak Didengar

Sultra bukan wilayah yang manja akan perhatian. Tapi belakangan, luka di tanah ini menganga begitu dalam.

* Tambang ilegal merajalela, merusak lingkungan, dan memperkaya segelintir orang.

* Rakyat kecil, seperti PKL di Bundaran      Gubernur, diusir tanpa relokasi.

* Warga adat kehilangan tanah karena proyek rakus yang membungkam suara komunitas.

*  Kasus Perusda Kolakapun Belum Terselesaikam 


Sementara para pejabat dan pemodal besar, berlindung di balik seragam dan surat izin.

Rakyat sudah bersabar. Tapi keadilan tak kunjung tiba. Dan kini, ketika kasus elite Jakarta bisa dihentikan dengan mudah, muncul pertanyaan di benak masyarakat Sultra:


Apakah hukum di negeri ini hanya berlaku untuk yang lemah? Apakah Jakarta masih menganggap daerah hanya pelengkap penderita demokrasi?


Presiden Prabowo, Ini Bukan Lagi Ujian, Ini Titik Balik

Kami paham, Anda baru menjabat. Tapi rakyat tak bisa menunggu lima tahun untuk melihat siapa yang benar-benar berdiri di sisi mereka. Jika kasus besar seperti Hasto bisa dihentikan, maka jangan salahkan bila masyarakat mulai ragu: apakah keadilan era baru ini akan lebih baik, atau justru lebih dalam luka lamanya?


Presiden Prabowo harus memilih. Berdiri bersama rakyat kecil, atau membiarkan sistem ini kembali seperti sebelum 1998: saat hukum hanya mainan kekuasaan, dan rakyat hanya statistik dalam pidato.


Jika Jakarta Tak Mendengar, Rakyat Bisa Mengulang Sejarah

Jangan anggap enteng suara rakyat daerah. Jangan remehkan suara-suara dari pelosok seperti Sulawesi Tenggara. Kita pernah punya sejarah, tahun 1998, ketika rakyat yang terlalu lama disakiti, akhirnya bangkit. Bukan karena mereka ingin kekacauan, tapi karena mereka tidak lagi punya tempat untuk mengadu.


Sejarah tidak pernah tidur. Ia hanya menunggu waktu untuk kembali membangunkan keberanian rakyat.

Hari ini mungkin rakyat hanya menulis opini, bersuara di media, atau turun ke jalan secara damai. Tapi jika keadilan terus dihina, bukan tidak mungkin semangat 1998 kembali menyala. Dan kali ini, bukan hanya Jakarta yang menjadi pusat gerakan, tapi dari timur, dari Sultra, dari Papua, dari pelosok-pelosok yang selama ini hanya jadi penonton kekuasaan.


Penutup

Sultra tidak minta istimewa. Sultra hanya minta: hukum ditegakkan, keadilan ditegakkan. Bukan untuk elite, tapi untuk semua.

Dan jika keadilan terus dipermainkan, maka jangan salahkan rakyat jika mereka memilih jalan yang lebih keras. Seperti 1998 mengajarkan:

ketika harapan dibunuh, kemarahan bisa jadi bahasa terakhir rakyat.


Coretan Anak Jalanan

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال