![]() |
Ketgam: Jalan poros menuju bandara sugimanuru mubar |
MUNA BARAT Slogan “Liwu Mokesa” yang melekat pada Kabupaten Muna Barat yang berarti daerah yang bagus kian terasa kontras dengan realita di lapangan. Sejumlah infrastruktur jalan di wilayah ini justru menyuguhkan pemandangan yang jauh dari kata representatif. Kerusakan jalan, terutama di beberapa titik strategis, seolah menjadi wajah asli daerah ini yang tak tersentuh perbaikan maksimal.
Salah satu wilayah yang mengalami kerusakan cukup serius adalah Kusambi Raya, dengan bentang jalan rusak mencapai sekitar 6 kilometer. Kondisi jalan bervariasi, mulai dari rusak ringan hingga parah, dengan lubang-lubang cukup dalam yang membahayakan pengguna jalan. Tidak hanya itu, ruas jalan tersebut menjadi tantangan besar bagi aktivitas transportasi dan ekonomi masyarakat.
Kondisi kian diperparah saat musim hujan melanda. Genangan air memenuhi lubang-lubang jalan, menciptakan kubangan besar dan licin yang berpotensi menyebabkan kecelakaan. Sebaliknya, ketika musim kemarau datang, jalan yang sama menjadi sumber polusi debu, menurunkan kenyamanan dan kesehatan masyarakat sekitar.
Fenomena ini menandakan bahwa slogan “Liwu Mokesa” belum menyentuh dimensi infrastruktur dasar yang semestinya menjadi prioritas pembangunan. Jalan yang rusak bukan sekadar permasalahan teknis, melainkan simbol dari ketimpangan antara semangat pembangunan dan pelaksanaannya di lapangan.
Menanggapi kondisi ini, Bupati Muna Barat, La Ode Darwin, menyampaikan bahwa perbaikan jalan telah masuk dalam rencana pemerintah daerah dan akan mulai dikerjakan tahun ini hingga tahun depan. Pemerintah pusat, melalui Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), juga telah melakukan kunjungan lapangan beberapa waktu lalu untuk meninjau langsung kondisi jalan di wilayah tersebut.
“Kita sudah berkoordinasi dan mendapat dukungan dari pusat. Perbaikan akan dimulai tahun ini dan dilanjutkan tahun depan,” ujar Bupati Muna Barat saat ditemui pasca kegiatan FanRun 11 yang digelar tadi pagi, Minggu, 20 Juli 2025.
Meski komitmen telah disampaikan, realisasi di lapangan menjadi tolok ukur utama. Sebab, pembangunan bukan sekadar janji di atas podium, melainkan aksi nyata yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Jika jalan sebagai urat nadi wilayah saja tak terurus, bagaimana mungkin slogan ‘Liwu Mokesa’ bisa diwujudkan menjadi kenyataan?
Reporter : A J