Gedung Sudah Berdiri, Pemerintahan Masih Menumpang: Janji yang Gagal Ditepati di Muna Barat

Gedung Sudah Berdiri, Pemerintahan Masih Menumpang: Janji yang Gagal Ditepati di Muna Barat


MUNA BARAT (KASTV) – Gedung-gedung itu berdiri gagah. Pilar-pilar beton menjulang, dinding-dinding telah ditutup rapi, dan atap pun sudah menaungi ruang-ruang kosong yang seharusnya penuh aktivitas pemerintahan. Namun, sejak mulai dibangun pada 2023 lalu, empat mega proyek kebanggaan Kabupaten Muna Barat itu masih belum bisa difungsikan hingga hari ini.


Empat bangunan tersebut bukan sembarang infrastruktur. Mereka adalah simbol utama wajah pemerintahan: Kantor Bupati, Gedung DPRD, Masjid Agung Muna Barat, dan Rumah Jabatan Bupati. Empat proyek yang mestinya menjadi tonggak kemajuan dan identitas Muna Barat justru kini terbengkalai dalam sunyi tak berpenghuni, tak berguna.


Padahal, sejak awal berdirinya Kabupaten Muna Barat, rencana pembangunan pusat pemerintahan sudah masuk dalam peta besar mimpi daerah ini. Dan hingga Kini, di usia ke-11 tahun Kabupaten Muna Barat, wajah birokrasi pemerintahan masih belum beranjak dari kesederhanaan. 


Kantor bupati dan gedung DPRD yang digunakan saat ini hanyalah bangunan lama yang dulunya difungsikan sebagai kantor camat. Bahkan rumah jabatan bupati pun belum ada. Para pemimpin daerah yang silih berganti harus menggunakan rumah pribadi sebagai tempat tinggal resmi selama menjabat.


Sudah beberapa nama tercatat dalam sejarah kepemimpinan Muna Barat: mulai dari La Ode Muhammad Raji’un Tumada, Romy Yakub, Achmad Lamani, Bahri, La Ode Butolo, hingga La Ode Darwin sebagai bupati aktif saat ini. Namun dari sekian nama itu, hanya satu yang sempat benar-benar memulai pembangunan secara serius. Di era kepemimpinan Bahri (Penjabat Bupati 2022–2023), gagasan itu benar-benar diterjemahkan ke dalam bentuk nyata pengerjaan fisik dimulai.


Di masa Bahri, proyek pembangunan empat gedung pemerintahan ini mulai diluncurkan. Ada harapan kala itu. Gedung demi gedung mulai naik, kantor bupati yang megah, gedung DPRD yang representatif, Masjid Agung sebagai pusat spiritual, hingga rumah jabatan sebagai simbol kepemimpinan daerah.


Namun sayang, ketika masa jabatannya berakhir, proyek-proyek tersebut belum rampung. Kini, meski fisik bangunan sudah berdiri kokoh, fungsinya belum bisa dijalankan. Belum selesai secara menyeluruh. Butuh tambahan anggaran. Dan ironisnya, pada tahun anggaran 2025 ini, proyek-proyek tersebut tidak dilanjutkan.


"Kalau itu (empat mega proyek pembangunan gedung pemerintahan) masih kami pending dulu," ujar Bupati Muna Barat, La Ode Darwin, saat dikonfirmasi pada 23 Juli 2025 lalu.


Pada awal pemerintahannya, la Ode Darwin menyatakan dengan lantang bahwa pembangunan empat gedung pemerintahan itu akan menjadi prioritasnya. Bahkan, pada 7 Maret 2025, Darwin mengatakan bahwa gedung-gedung tersebut akan dituntaskan tahun ini, atau paling lambat 2026 sudah difungsikan.


Namun fakta di lapangan bicara lain.Tidak satu pun dari proyek tersebut mendapatkan anggaran lanjutan dalam APBD 2025. Artinya, pembangunan dipending. Mandek. Tak jelas kapan akan dilanjutkan.


Menurut Darwin, kelanjutan pembangunan masih bergantung pada kesiapan anggaran. Ia mengaku belum bisa memastikan kapan proyek itu akan dirampungkan. “Namun yang jelas, di masa kepemimpinan saya 5 tahun ini, InsyaAllah bisa selesai, beres,” katanya dengan optimistis.


Pernyataan ini jelas bertolak belakang dengan janji awalnya kepada publik. Janji yang terucap di depan media dan masyarakat, kini tak berbekas dalam perencanaan anggaran.Inilah yang menimbulkan kekecewaan. Bukan hanya karena proyeknya mangkrak, tapi karena komitmen seorang kepala daerah tak mampu dijaga. Sebuah kontradiksi yang mencolok di satu sisi berkata "paling lambat 2026 sudah bisa difungsikan", di sisi lain tak ada sepeser pun dana dialokasikan.


Kini, masyarakat hanya bisa menatap bangunan-bangunan itu dalam diam. Kokoh tapi kosong. Dibangun tapi tak digunakan. Dan di atas semua itu, tersisa jejak janji yang belum ditepati.


Bangunan-bangunan yang seharusnya menjadi simbol pelayanan, representasi kemajuan, kini menjadi monumen penundaan. Seakan daerah ini berdiri di atas janji yang setengah jadi. Harapan yang dibangun, tapi belum dihuni. Pembangunan yang diluncurkan, tapi belum dituntaskan.


Reporter : A J

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال