Pasutri di Kuningan Kehilangan Anak yang Dinantikan Diduga Kelalaian Penanganan Persalinan di RSUD Linggajati

Pasutri di Kuningan Kehilangan Anak yang Dinantikan Diduga Kelalaian Penanganan Persalinan di RSUD Linggajati

Kuningan – Sebuah kisah menyedihkan dialami oleh Andi dan istrinya, warga Desa Gandasoli, Kecamatan Kramatmulya, Kabupaten Kuningan. Pada Sabtu malam, 21 Juni 2025, sekitar pukul 23.00 WIB, Andi membawa istrinya yang hendak melahirkan ke RSUD Linggajati. Saat tiba di rumah sakit, ketuban sang istri sudah pecah dan airnya bahkan membanjiri lantai ruang UGD hingga harus dibersihkan oleh petugas kebersihan.  

Namun, Andi kecewa dengan penanganan petugas yang dinilai lamban. Alih-alih segera melakukan tindakan persalinan atau operasi caesar, petugas justru menyatakan harus menunggu pembukaan lengkap, meskipun air ketuban sudah pecah. Petugas juga mengatakan dokter baru akan datang sekitar pukul 05.00 WIB. Selama menunggu, istrinya hanya diberi obat-obatan tanpa penanganan serius.  

Hingga pukul 06.00 WIB, dokter belum juga datang, dan istrinya dipindahkan ke ruang rawat inap di lantai dua tanpa tindakan lebih lanjut. Andi sempat mengkhawatirkan bayinya keracunan air ketuban, namun bidan menenangkannya bahwa hal itu tidak akan terjadi. Sayangnya, hingga Senin dini hari, ketika detak jantung bayi masih terdengar, penanganan baru dilakukan sekitar pukul 08.30 WIB, dan saat itu bayi dalam kandungan telah meninggal.  

Dr. Yadi, salah satu dokter di RSUD Linggajati, meminta maaf atas kejadian ini. Permohonan maaf disampaikan langsung saat Andi dan istrinya, Irmawati, kembali ke rumah sakit pada Selasa, 24 Juni 2025, untuk membuka perban jahitan caesar. Menurut Andi, Dr. Yadi mengakui hanya dihubungi sekali oleh stafnya sehingga tidak menyadari kondisi darurat saat itu. "Dokter Yadi menyatakan bahwa ini adalah kesalahan, kelalaian, dan keteledoran stafnya. Ia memohon maaf kepada kami," ujar Andi.  

Andi sangat terpukul dengan kejadian ini, terutama karena penanganan yang terkesan lambat. Padahal, seharusnya operasi caesar bisa segera dilakukan saat ketuban pecah di UGD. "Istri saya justru dibawa ke ruang rawat inap, padahal air ketubannya sudah banyak mengalir di lantai UGD hingga harus dipel oleh petugas kebersihan," jelasnya.  

Keesokan harinya, operasi caesar akhirnya dilakukan, namun nyawa bayi tidak tertolong. "Bayi itu sudah meninggal dalam kandungan istri saya," ungkap Andi dengan penuh kesedihan.  

Kejadian ini memunculkan pertanyaan apakah penanganan oleh petugas RSUD Linggarjati telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Permenkes Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Minimal Pelayanan Rumah Sakit, serta Permenkes Nomor 6 Tahun 2024 tentang Standar Teknis Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Kesehatan. Peraturan-peraturan ini menetapkan kewajiban rumah sakit dan pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar yang memenuhi standar mutu, termasuk penanganan ibu hamil dan persalinan.  

Melalui pesan suara, Andi memohon bantuan media untuk mendampinginya memperjuangkan keadilan. "Buah hati yang kami nantikan selama tujuh tahun akhirnya tidak terselamatkan karena dugaan kelalaian penanganan di RSUD Linggarjati," katanya.  

Reporter: timkabarsbi
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال