By Shamsi Ali
Pada bulan Nopember tahun ini Kota New York akan kembali melangsungkan pesta demokrasi empat tahunan untuk memilih pejabat kota dalam berbagai jenjang dan posisinya. Ada beberapa pemilihan anggota DPRD (City Council), City Comptroller (penanggung jawab keuangan Kota), Public Advocate (Advokat Publik), dan tentunya yang paling seru adalah pemilihan Waikota New York.
Walikota New York adalah posisi yang unik dan menjadi dambaan banyak orang. Hal itu karena Kota New York adalah kota dunia, bahkan dikenal luas sebagai “Ibukota dunia”. Di kota inilah berada Kantor Pusat PBB, Wall Street, dan berbagai simbol dunia lainnya.
Saya masih ingat di tahun 2000 silam. Ketika itu Michael Bloomberg, seorang pebisnis yang kaya raya. Sebelum bahkan mencalonkan diri untuk maju menjadi Walikota New York, ditanya oleh wartawan. “Selain menjadi bisnisman, apalagi cita-cita Mr. Bloomberg? Jawabannya: saya ingin menduduki satu dari tiga posisi ini: Presiden Amerika, Sekjen PBB, atau Walikota New York.
Ketika ditanya apa alasan menginginkan salah satu jabatan itu? Jawabannya “karena Presiden Amerika itu bagaikan Presiden dunia. Sekjen PBB jelas pejabat tertinggi organisasi dunia. Dan Walikota New York itu bagaikan menjadi Walikota seluruh dunia”.
Jawaban yang bagi saya tidak mengagetkan. Karena realitanya memang demikian. Walaupun Sekjen PBB saat ini seolah tidak punya gigi menghadapi sebuah negara bernama Israel karena dukungan Amerika sebagai donatur terbesar PBB.
Realita di atas tentunya menjadikan kompetisi untuk memperebutkan posisi Walikota menjadi unik dan seru. Tentu bagi politisi umumnya bukan sekedar karena prestise yang disebutkan terdahulu. Tapi lebih kepada peluang pengabdian yang luas melalui kota yang mewakili semua pelosok dunia itu.
Walikota yang tidak konvensional
Banyak hal yang membanggakan kota New York. Selain faktanya sebagai kota dunia (PBB dan Wall Street) juga karena kota New York mewakili wajah dunia dengan segala keunikan dan keragamannya. Dari wajah Afrika di Harlem, ke Asia Selatan di Jackson Heights, Yahudi di Brooklyn, hingga wajah Timur Tengah di Astoria. Menjadikan Walikota New York memiliki kapasitas untuk berbuat luas bagi seluruh dunia.
Sayangnya, selama ini pemimpin New York (Waikota) masih didominasi oleh etnis tertentu dan atau afiliasi tertentu. Bahkan tidak dipungkiri New York State secara umum didominasi oleh politik keluarga atau dinasti. Barangkali Andrew Cuomo menjadi wajah dinasti yang sekarang ini maju menjadi salah satu calon Walikota New York. Cuomo diketahui memiliki dukungan etnis (kulit putih keturunan Itali). Dan tentunya karena dinasti keluarga Cuomo yang selama ini selalu mendapat dukungan dari “pemilik kepentingan” khususnya dari kalangan pebisnis.
Dengan perubahan dunia, khususnya akibat dari kemajuan teknologi khususnya di bidang telekomunikasi, New York pastinya semakin membuka diri untuk melakukan perubahan. Media sosial yang cenderung menjadi media mainstream saat ini dengan cepat juga merubah cara pandang (mindset) penduduk kota New York. Dan karenanya demografi dan cara pandang pemilih juga secara signifikan mengalami perubahan.
Dalam survey terakhir menunjukkan bahwa 49% pemilih tidak lagi berafiliasi partai politik. Dan mayoritas dari calon pemilih yang mendaftar adalah kelompok anak muda dan millennial. Menunjukkan adanya kecanderungan untuk berubah dari tradisi politik lama yang hampir usang. Selama ini kita kenal
Kota New York sebagai Kota Demokrat. Semua Walikota yang terpilih dari kalangan Demokrat, kecuali Michel Bloomberg yang terpilih sekali sebagai Demokrat, sekali sebagai Republikan dan sekali sebagai Independen.
Perubahan demografi pemilih dari kelompok senior ke kelompok muda dan millennial sangat kental dengan keinginan perubahan. Salah satunya mereka ingin mendobrak tradisi politik dinasti yang saat ini masih diwakili oleh Andrew Cuomo yang mantan Gubernur itu. Juga sebagai peringatan kepada Partai-partai politik untuk berbenah ke arah yang lebih baik. Bahwa pemilih tidak lagi dibutakan oleh dorongan ikatan formal kepartaian dan kekeluargaan atau dinasti. Tapi visi dan misi serta untuk kepentingan luas bagi penduduk Kota New York.
Zohran Mamdani sebagai Kuda Hitam
Zohran Mamdani adalah sosok yang relatif baru di kancah perpolitikan New York. Sebagai pendatang ke negara ini ketika berumur tujuh tahun dari Afrika, dan dikenal dan bangga dikenal luas sebagai seorang Muslim, tentu bukan muda. Kenyataannya tidak berselang lama menjadi warga negara Amerika beliau terpilih sebagai anggota DPRD New York. Dan sejak itu beliau menunjukkan prestasi yang tidak kecil dan diakui luas oleh warga New York.
Zohran Mamdani terpilih sebagai anggota New York State Assembly untuk daerah pemilihan ke-36 di Queens sejak tahun 2021. Ia menjadi salah satu dari tiga legislator Muslim di New York State Legislature.
Sebagai anggota parlemen, Mamdani fokus pada pengembangan kebijakan yang berpihak pada masyarakat, seperti pengendalian sewa, transportasi umum gratis, dan peningkatan layanan kesehatan.
Saat ini, Mamdani maju sebagai calon walikota New York City dalam pemilihan primer Partai Demokrat 2025. Ia berjanji untuk menurunkan biaya hidup bagi warga New York dengan menerapkan kebijakan seperti pembekuan sewa, transportasi umum gratis, dan layanan penitipan anak gratis.
Zohran Mamdani sangat aktif dalam memperjuangkan isu-isu sosial, seperti keadilan ekonomi, perubahan iklim, dan hak-hak pekerja. Ia juga mendukung penghapusan sistem penjara massal dan penggantian dengan pendekatan restoratif.
Kini Zohran Mamdani telah menerima dukungan dari beberapa organisasi, termasuk New York Working Families Party, NYC DSA, dan United Auto Workers - Region 9A dan organisasi buruh Asia Selatan (ASAAL).
Saat ini Zohran Mamdani telah menerima dukungan luas dari warga kota New York. Salah satunya adalah dukungan rakyat kecil dalam pendanaan. Sehingga dia berhasil menduduki posisi pertama dalam penggalangan dana kampanye Kota New York.
Selain itu Zohran Mamdani telah menerima dukungan dari beberapa organisasi kemasyarakatan dan buruh, termasuk New York Working Family Party, NYC DSA, United Auto Workers-Region 9A dan Organisasi Buruh Asia Selatan.
Hal lain yang menjadi modal besar bagi Zohran adalah kenyataan bahwa dia mewakili warga imigran kelas pekerja (working class). Dia adalah politisi yang lurus dengan idealisme dan nilai. Salah satunya dengan keberanian menentang genosida Gaza. Sikap yang tidak lazim di kalangan main stream politisi lakukan di Amerika.
Tapi yang lebih menguntungkan adalah kenyataan bahwa Zohran Mamdani mewakili mindset politik anak muda dan millennial yang sudah muak dengan perpolitikan tua nan usang. Mereka ingin perubahan yang nyata. Dan Zohran adalah wajah perubahan itu.
Zohran Mamdani yang relatif baru dan tidak terlalu dikenal kini mampu membuktikan bahwa dirinya mampu melakukan yang terbaik. Saat ini Zohran menduduki posisi kedua dari Cuomo mantan Gubernur New York yang maju mencalonkan diri jadi Walikota. Zohran nampaknya benar-benar mengkhawatirkan sehingga dia kini dijuluki sebagai “the sleeping giant”. Komunitas Yahudi pun melabelnya calon yang “anti semitic”.
Khusus bagi kami masyarakat Muslim, Zohran bukan saja politisi yang harus didukung. Tapi dia adalah bagian dari keluarga keumatan yang kini hadir dengan harapan baru. Di sisi lain, New York kenal dan banggakan dengan keterbukaan, keragaman dan membuka diri secara luas kepada semua warganya untuk menjadi yang terbaik.
Dengarkan Wawancara Zohran untuk mengenalnya lebih jauh: https://youtu.be/X2o8qTqYuRA?si=jX4s3Bb2mX6qY4xy
Manhattan, 30 April 2025
A proud New Yorker