Mengapa Pratikno Cicing Wae?

Mengapa Pratikno Cicing Wae?

Opini oleh Muslim Arbi- Direktur Gerakan Perubahan

Dalam dialek Sunda, "cicing wae" berarti "diam saja". Ungkapan ini kini ramai digunakan publik untuk mengomentari sikap diam Prof. Dr. Pratikno di tengah polemik yang terus bergulir mengenai dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo.

Isu tersebut telah menjadi perbincangan luas di berbagai ruang publik—dari ruang sidang pengadilan, kantor kepolisian, kampus, hingga perbincangan santai di warung kopi dan media sosial. Diskusi dan perdebatan antara pihak yang mendukung dan yang meragukan keaslian ijazah Presiden pun semakin menguat, terlebih setelah Presiden sendiri mendatangi kantor polisi. Namun, publik mempertanyakan langkah tersebut, sebab kedatangannya diketahui hanya ke loket pengaduan kehilangan. Hal ini menimbulkan pertanyaan baru: apakah ijazah tersebut hilang? Jika benar demikian, mengapa tidak dilaporkan sejak isu ini mencuat beberapa tahun silam, baik saat dibahas di Pengadilan Negeri Jakarta maupun Solo?

Sebagian pihak menyatakan bahwa Presiden Jokowi merupakan alumni Universitas Gadjah Mada (UGM), bahkan sejumlah individu yang mengaku sebagai rekan semasa kuliah turut memberikan pembelaan. Namun demikian, sejumlah akademisi dan alumni UGM seperti Dr. Risman Sianipar, Dr. Roy Suryo, dan dr. Tifa justru menyampaikan kritik tajam. Mereka menyoroti berbagai kejanggalan dalam dokumen yang beredar, mulai dari skripsi, salinan ijazah, hingga foto-foto wisuda yang dinilai meragukan. Pertanyaan juga diajukan terkait lokasi dan pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN).

Pernyataan kritis juga datang dari Prof. Dr. Sofyan Effendi, mantan Rektor UGM, yang mengungkapkan adanya sejumlah kejanggalan pada dokumen akademik Presiden tersebut. Namun, berbeda halnya dengan Prof. Dr. Pratikno—mantan Rektor UGM, mantan Menteri Sekretaris Negara selama dua periode di masa pemerintahan Jokowi, dan kini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) di Kabinet Prabowo. Ia memilih untuk tidak memberikan pernyataan apa pun. Sikap diam inilah yang kemudian memicu berbagai spekulasi.

Sebagian opini publik bahkan mengaitkan nama Pratikno sebagai pihak yang diduga terlibat dalam pengurusan dokumen akademik tersebut. Oleh sebab itu, desakan agar Pratikno turut diperiksa oleh aparat penegak hukum pun mulai bermunculan, terlebih setelah Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) melaporkan kasus ini ke Bareskrim Mabes Polri.

Pemeriksaan terhadap Pratikno dianggap penting demi menjawab keraguan dan spekulasi yang berkembang di masyarakat. Jika memang tidak ada keterlibatan, maka proses hukum dapat menjadi sarana klarifikasi yang objektif dan adil. Sebaliknya, apabila sikap diam ini terus berlanjut, tidak tertutup kemungkinan persepsi negatif publik justru akan semakin menguat.

Apakah Pratikno memiliki peran dalam polemik ini? Jawaban yang jelas hanya dapat ditemukan melalui keterbukaan informasi dan proses hukum yang transparan.
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال