Laporan ke Polisi: Jokowi Dianggap Langgar Etika Kenegaraan dan UU Keterbukaan Informasi Publik

Laporan ke Polisi: Jokowi Dianggap Langgar Etika Kenegaraan dan UU Keterbukaan Informasi Publik

Opini oleh Muslim Arbi- Direktur Gerakan Perubahan dan Wakil Ketua TPUA

Tindakan Joko Widodo (Jokowi) melaporkan dugaan penghinaan dan pencemaran nama baik ke Polda Metro Jaya dinilai sebagai pelanggaran terhadap etika kenegaraan dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Sebagai mantan presiden dan kepala pemerintahan, langkah tersebut dianggap tidak mencerminkan sikap kenegarawanan. Alih-alih melaporkan ke polisi, Jokowi seharusnya membuka diri dan bersedia diaudit oleh publik terkait asal usul, latar belakang pendidikan, serta riwayat hidupnya. Transparansi ini penting sebagai bentuk keteladanan bagi masyarakat.

Rakyat berhak mengetahui identitas lengkap seorang pemimpin, termasuk rekam jejak akademiknya. Oleh karena itu, jika ada pihak yang mempertanyakan keabsahan ijazah atau riwayat pendidikan Jokowi, maka seyogianya hal tersebut ditanggapi secara terbuka dan elegan—bukan dengan pendekatan hukum pidana.

Tindakan melapor ke polisi justru bisa dianggap sebagai bentuk intimidasi terhadap publik dan bisa menimbulkan kesan bahwa Jokowi tengah menutupi sesuatu. Padahal, sebagai tokoh yang pernah memimpin negeri selama satu dekade, ia semestinya menjunjung tinggi etika dalam berkuasa.

Isu yang mencuat terkait gelar akademik Jokowi—yang saat menjadi Wali Kota Solo menggunakan gelar doktorandus dan kemudian sebagai gubernur serta presiden memakai gelar insinyur—menjadi pertanyaan publik yang perlu dijawab secara terbuka.

Jika sejumlah pihak seperti TPUA (Eggy Sudjana, Muslim Arbi, Rizal Fadillah, dkk), alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) seperti Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma, serta ahli hukum pidana M. Taufik telah mengajukan gugatan hukum, maka Jokowi diharapkan hadir di pengadilan dengan membawa ijazah asli untuk membuktikan keabsahan dokumen tersebut.

Menghindari publikasi terkait ijazah dapat dinilai sebagai pelanggaran terhadap UU Keterbukaan Informasi Publik dan mencederai etika sebagai mantan kepala negara.

Sebagai solusi, tiga langkah berikut disarankan:

1. Hadiri persidangan dan tunjukkan ijazah asli secara terbuka.


2. Cabut laporan ke polisi dan biarkan proses hukum berjalan adil dan terbuka.


3. Bersikap transparan kepada masyarakat untuk mengakhiri polemik ini secara tuntas.



Dengan langkah-langkah tersebut, kontroversi seputar ijazah palsu dapat segera diselesaikan dan kepercayaan publik terhadap institusi kenegaraan dapat dipulihkan.
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال