Ironi Hari Keterbukaan Informasi Nasional dan Kriminalisasi Pelaporan Kasus Skripsi & ijazah Palsu

Ironi Hari Keterbukaan Informasi Nasional dan Kriminalisasi Pelaporan Kasus Skripsi & ijazah Palsu

Opini oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes

Kisruh kasus Skripsi hingga Ijazah Palsu memasuki Babak Baru, setelah bekas Presiden (atau Presiden Bekas?) itu datang sendiri ke Polda Metro Jaya pada hari yang sudah dipilihnya sendiri, Rabu Pahing (Neptu 16, hasil dari Rabu 7 + Pahing 9) 30/04/25 laln. Tentu dipilihnya hari Rabu pasaran Pahing ini bukannya tanpa alasan dan perhitungan, sebab dia memang sangat percaya dengan hari Rabu yang selalu dipilih untuk peristiwa penting.

Lihat saja "Nawa Reshuffle" alias 9x (sembilan kali) Reshuffle Kabinet selama dua periode rezimnya tahun 2014-2024 lalu, yang selalu dilaksanakan pada hari Rabu dan pasaran Pon (Neptu 14, hasil dari Rabu 7 + Pon 7). Berturut-turut "Nawa Reshuffle" tersebut terjadi pada Pertama 12/08/15, Kedua 27/07/16, Ketiga 17/01/18, Keempat 15/08/18, Kelima 23/12/20, Keenam 28/04/21, Ketujuh 15/06/22, Kedelapan 25/10/23 dan Kesembilan (terakhir) 21/02/24.

Disini jelas terlihat bahwa kepercayaannya terhadap mitos "hari" dan "angka" tertentu ini sangat kental, terbukti dengan tampak dipaksakannya hari Rabu Pahing 30/04/25 kemarin saat melapor ke PMJ, padahal baru saja pulang dari Vatican dan juga baru dirapatkan dua hari sebelumnya, Senin 28/04/25 menurut Kuasa hukumnya dalam wawancara di salahsatu TV saat ditanya oleh Presenter mengapa memilih hari "Rabu" tersebut.

Ironisnya selain dia memilih untuk mau mempidanakan 5 (lima) sosok yang paling berteriak lantang soal Skripsi & Ijazah Palsu tersebut, yakni RS (Saya sendiri), RS (Dr Rismon Sianipar), T (dr Tifauzia Tiyassuma), ES (Eggy Sujana?) dan K (Kurnia Tri Royani?), tanggal 30 April biasanya diperingati sebagai "Hari Keterbukaan Informasi Nasional" (HKIN), namun secara kontradiktif malah diperingatinya dengan rencana mempidanakan sosok-sosok diatas yang memperjuangkan Keterbukaan Informasi tersebut.

Sejarahnya HKIN diperingati setiap tanggal 30 April tersebut di Indonesia, dimana penetapan hari ini merujuk pada tanggal diundangkannya Undang-Undang Nomor 14 Th 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). UU ini berlaku efektif pada 30/04/10 karena diberi waktu 2 tahun untuk persiapan lembaga-lembaga publik. Meski ada Pasal 17 (hal-hal yang dikecualikan), jelas bahwa Skrpsi & Ijazah tidak termasuk yang dikecualikan tersebut, alias bersifat terbuka untuk publik.

UU KIP No. 14/2008 ini memiliki berbagai Aturan petunjuk dan pelaksanaan, antara lain PP No. 61 Th 2010 tentang Pelaksanaan UU KIP, PP ini mengatur teknis pelaksanaan UU KIP, termasuk klasifikasi informasi, tata cara permohonan, dan penyelesaian sengketa. Selanjutnya ada Peraturan Komisi Informasi (Perki) No. 1/2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik, Perki No. 1/2013: tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik dan Perki No. 1/2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik terbaru.

Dengan demikian sangat jelas ketika Universitas Gadjah Mada (UGM) mencoba berlindung dibalik UU KIP No.14/2008 saat Pertemuan tanggal 15/04/25, demikian juga ketika para Lawyernya mau menggunakan Pasal 17 sebagai alasan untuk tidak mempublikasikan (= menyembunyikan) Skripsi & Ijazah tersebut, justru membuat publik semakin tidak percaya soal keaslian kedua dokumen diatas. Perlu diingat juga bahwa selain Skripsi & Ijazahnya, UGM selalu bilang memiliki 34 (tiga puluh empat) dokumen lain (misalnya KRS, Kartu Anggota Perpustakaan, dsb) namun tidak ada satupun yang ditunjukkannya, alias hanya naratif atau sekedar omon-omon saja.

Sekalilagi kalau sejak awal soal Skripsi & Ijazah ini diperlihatkan secara jujur dan terbuka sejak pertamakalinya dipertanyakan publik, tentu masyarakat tidak perlu sampai harus seperti diadu (oleh) domba bernama Junius Wedus sebagaimana Film-Animasi berteknologi AI (Artificial Intelligence) karya akun TikTok @matt_kampoeng yang viral beberapa waktu lalu. Dalam ceritanya film yang sangat cerdas ini lengkap bernarasi dengan tokoh-tokoh Ulympus Galia Medusa, seperti Praticus, Avirus Amelitus, Rimonus Septimus, dsb.

Baru-baru ini pandangan menarik muncul dari Mantan MemkumHAM 2004-2007 Prof Hamid Awaludin dalam tayangan Acara ROSI di KompasTV Kamis malam kemarin (01/05/25), dimana semua terjadi karena ada yang sengaja "Playing Victims seolah-olah dizholimi" agar dirinya tetap terpublikasi bahkan menyebut ada unsur melakukan kriminalisasi (karena baru sekarang mau menunjukkan dokumen tersebut), bahkan beliau menyebut ini merupakan langkah panik. Selengkapnya tayangan ini dapat dilihat melalui YouTube di https://www.youtube.com/live/xjBqGWaxk3E

Kesimpulannya, sangat ironis jika sesuai pandangan diatas bahwa semua ini memang ada kesengajaan dari "game" yang dimainkan oleh Junius Wedus dan mengakibatkan terjadinya kegaduhan di masyarakat bahkan beberapa diantaranya akan menjadi korban kriminalisasi yang dilakukannya tepat di Hari Keterbukaan Infornasi Nasional ke-17 kemarin. Oleh sebab itu sangat wajar dan tidak bisa disalahkan bila masyarakat antusias memberikan perhatian bahkan dukungan langsung sebagaimana acara di Gedung Juang 45 kemarin dengan lantang meneriakkan #AdiliJokowi dan #MakzulkanFufufafa ...

 *)   - Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes - Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen - Jakarta, Jumat 02 Mei 2025*
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال