Aib Terbuka! Dinas Perhubungan Kota Pematangsiantar Diduga Jadi “Lumbung Uang Haram” dari KIR Ilegal

Aib Terbuka! Dinas Perhubungan Kota Pematangsiantar Diduga Jadi “Lumbung Uang Haram” dari KIR Ilegal

 

Pematangsiantar – Praktik busuk di tubuh Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Pematangsiantar kini mulai terbongkar satu per satu. Setelah laporan masyarakat dan desakan berbagai pihak agar skandal KIR diselidiki, fakta-fakta baru semakin menyudutkan Dishub. Dugaan kuat muncul bahwa instansi ini telah lama menjadi “lumbung uang haram” dari hasil manipulasi pengujian kendaraan bermotor atau KIR, yang melibatkan kendaraan-kendaraan dari pabrik, perusahaan, angkot, hingga bus pariwisata.


Penelusuran tim media mengungkap, kendaraan yang seharusnya diuji kelayakannya secara teknis, justru terindikasi dikeluarkan bukti KIR tanpa pemeriksaan sama sekali. Mereka hanya perlu menyetor sejumlah uang yang nilainya telah disepakati diam-diam dengan oknum petugas Dishub. Lebih parahnya lagi, sistem pengawasan seperti CCTV di lokasi uji KIR diduga rutin dimatikan agar tidak ada rekaman aktivitas ilegal tersebut.


“Ini bukan kelalaian, tapi kesengajaan yang sudah menjadi sistem. Semua pihak di dalam sudah tahu. Kendaraan besar dari beberapa perusahaan diduga tidak pernah antri, mereka langsung keluar dengan stiker KIR baru. Kami tahu mereka tidak diuji, tapi tidak bisa berbuat apa-apa,” ungkap narasumber di lingkungan Dishub yang meminta namanya disamarkan karena alasan keselamatan.


Kondisi ini menunjukkan betapa bobroknya manajemen Dishub Kota Pematangsiantar. Alih-alih menjalankan tugas sesuai amanah undang-undang, oknum-oknum di dalamnya justru menjadikan kewenangan sebagai alat memperkaya diri. Menurut sumber yang sama, aliran dana tidak resmi dari "KIR siluman" itu digunakan untuk membiayai gaya hidup mewah oknum pejabat, mulai dari pembelian mobil pribadi, renovasi rumah, hingga liburan ke luar kota.


Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat Komunitas Masyarakat Peduli Indonesia Baru (DPP KOMPI B) , Henderson Silalahi, praktik semacam ini tak hanya menyalahi UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tapi juga menciptakan potensi korban massal di jalan raya. “Kendaraan tak layak yang diberi izin operasi ibarat senjata makan tuan. Mereka bisa menabrak siapa saja, dan darahnya akan ada di tangan pejabat Dishub,” tegasnya.


Parahnya, bukannya membantah atau membenahi, pihak Dishub justru memilih bungkam. Kepala Dinas Perhubungan Kota Pematangsiantar hingga kini belum mengeluarkan pernyataan resmi. Upaya media untuk mendapatkan konfirmasi melalui telepon dan pesan WhatsApp tidak ditanggapi. Sementara pegawai-pegawai di kantor Dishub justru terlihat waspada dan menutup diri dari wartawan.


LSM dan tokoh masyarakat kini menyerukan agar Wali Kota Pematangsiantar segera melakukan langkah ekstrem, termasuk memecat pejabat Dishub yang terlibat dan membekukan sementara operasional KIR hingga audit menyeluruh selesai dilakukan. “Kalau ini tidak ditindak, artinya Wali Kota ikut melindungi mereka,” ujar  Henderson menambahkan.


Kini bola panas ada di tangan Wali Kota dan aparat penegak hukum. Apakah mereka akan berani membongkar skandal besar ini sampai ke akar, atau justru menutupinya demi melindungi kepentingan politik dan kroni? Masyarakat Siantar sudah muak dengan kebobrokan birokrasi. Mereka menunggu tindakan nyata, bukan sekadar janji dan pencitraan.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال