Oleh : Smith Alhadar (Penasihat Institute for Democracy Education) (IDe)
Koruptor memang hrs dihukum. Hatta besok langit akan runtuh. Koruptor adalah musuh semua: Tuhan, rakyat, bangsa, dan negara.
Kemarin, 17 Mei, Kejaksaan Agung menahan Menkominfo Johnny G Plate dari Nasdem terkait kasus korupsi proyek BTS Kominfo yg merugikan negara hingga Rp 8 triliun. Sementara, pd 2022, Johnny tercatat memiliki kekayaan Rp 192 miliar.
Lepas dari apakah Johnny korupsi atau tdk, kasusnya tak bisa dilepaskan dari isu pilpres. Jokowi kecewa berat atas sikap Ketum Nasdem Surya Paloh mengusung Anies Baswedan sbg bakal capres partainya.
Dukungan Nasdem, yg diikuti PKS dan Demokrat, memungkinkan Anies mnjdi salah satu bacapres yg akan bersaing di pilpres 2024. Ternyata, hal yg terlihat normal ini, dipandang Jokowi sbg pembangkangan Paloh trhdp otoritasnya. Otoritas apa? Jokowi menganggap pilpres sbg mainan di bwh wewenangnya.
Memang sbg partai pendukung pemerintah, Nasdem diberi 3 kursi menteri. Tp, melalui media miliknya -- koran Media Indonesia dan Metro Tv -- kontribusi Paloh bg kemenangan Jokowi dlm dua pilpres terakhir sgt besar.
Kendati mandatnya sbg presiden akan tuntas thn dpn -- krn itu Nasdem berikhtiar mencari calon pengganti Jokowi yg dipandang sesuai kebutuhan bangsa saat ini -- Jokowi tak bisa menerimanya.
Di mata Jokowi, Anies adalah antitesanya. Krn itu diduga ia tak bakal melanjutkan legacy dan program pembangunan Jokowi. Salahnya di mana? Di mana-mana di negara demokrasi, pilpres bertujuan menghadirkan pemimpin baru.
Tentunya dgn gagasan2 baru jg. Pilpres berangkat dari kesadaran bhw tatanan sosial, aspirasi rakyat, dan tantangan internal serta eksternal negara senantiasa berubah, sehingga diperlukan pemimpin baru yg sesuai dgn setting sosial dan politik baru.
Selain untuk memungkinkan terjadi sirkulasi pemimpin secara teratur, pilpres jg membuka peluang bagi terjadinya koreksi trhdp kebijakan pemerintahan sblmnya. Maka, mnjdi aneh manakala Jokowi menentang premis ini.
Ia ingin penggantinya secara 100% melanjutkan legacy dan program pembangunannya. Kl sj legacy-nya bisa dipertanggungjwbkan secara moral dan saintifik serta program pembangunannya terbukti berhasil, mungkin ada rasionalitas dan moralitas di situ untuk dilanjutkan penggantinya.
Masalahnya, legacy Jokowi membahayakan negara dan menyengsarakan rakyat. Sebut sj isu IKN yg tdk layak dan tdk realistik untuk diwujudkan. Proyek ini menyita APBN yg cukup besar di tengah kemiskinan rakyat yg meluas.
Tadinya, Jokowi berjanji IKN akan sepenuhnya didanai swasta. Faktanya, hingga hari ini tak ada investor yg tertarik untuk berinvestasi di sana meskipun pemerintah menawarkan sejumlah fasilitas menggiurkan bg mereka. Kenyataan ini secara eksplisit menegaskan bhw proyek ini berpotensi mangkrak. Apalagi dilakukan tanpa studi kelayakan dan amdal yg diperlukan.
Legacy lain Jokowi yg bermasalah adalah sejumlah Omnibus Law, seperti UU Cipta Kerja, UU Minerba, dan UU Kesehatan, yg kesemuanya berpihak pd kepentingan oligarki. Blm lg isu korupsi dan sejumlah proyek infrastruktur yg tak operasional.
Program pembangunannya jg tak layak untuk ditiru krn hampir semuanya tak mencapai sasaran. Rata2 pertumbuhan ekonomi era Jokowi hanya tumbuh 4%.
Itu pun yg menikmati adalah oligarki. Sebaliknya, rakyat bertambah miskin. Di tengah kemerosotan daya beli masyarakat, pemerintah membebani mereka dgn berbagai pajak untuk menutupi APBN yg jebol dan bayar utang. Lalu, legacy dan program pembangunan mana yg perlu dilanjutkan?
Sebenarnya msh bnyak yg perlu ditulis untuk menggambarkan kegagalan pemerintah, namun ruang untuk itu terbatas untuk diungkap. Maka, atas dasar pikiran dan moralitas apa yg dpt menjustifikasi keinginan Jokowi agar penggantinya meneruskan legacy dan program pembangunannya? Apakah bakal cawapres sedemikian bodohnya sehingga tak dpt memajukan bangsa kl tdk menjiplak semua yg dtg dari pemerintahan sblmnya?
Hal2 yg mungkin mnjdi alasan Jokowi berpihak pd bakal capres yg sesuai dgn seleranya adalah, pertama, ia menganggap legacy dan program pembangunannya berhasil sehingga perlu dilanjutkan tanpa perlu dipertanyakan. Aneh bkn?
Kedua, sesungguhnya ia menyadari banyak legacy-nya yg bermasalah terkait korupsi, konstitusi, demokrasi, kebebasan dan HAM. Krn ia diduga memperalat lembaga hukum untuk meraih tujuan politiknya, otomatis ia berprasangka presiden penggantinya berpotensi melakukan hal yg sama, yg dpt membawanya ke meja hijau.
Ketiga, ia ditekan oligarki -- mungkin jg oleh Cina -- untuk menyingkirkan Anies Baswedan. Memang hrs diakui Anies dilihat sbg bakal capres yg berbahaya bg kepentingan mereka. Ia punya rekam jejak dlm soal ini.
Sbgm kita ketahui, Anies menghentikan 13 pulau reklamasi milik oligarki bernilai Rp 500 triliun. Yg jg mengagetkan mereka, ia tak mempan dirayu, ditekan, diancam, dan disogok untuk meloloskan proyek itu. Sikap Jokowi yg pro-oligarki bkn lg rahasia. Secara kasat mata hal itu dpt dilihat pd kebijakan2 dan produk2 Omnibus Law.
Keempat, Jokowi ingin mengakhiri mandatnya dgn jaminan keamanan bg keluarganya, terutama bisnis dan karier politik anak2 dan menantunya. Thn lalu, Ubedillah Badrun, dosen UNJ, melaporkan anak2 Jokowi ke KPK terkait dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Terkait politik, Gibran Rakabuming kini adalah Walikota Solo yg berambisi mnjd presiden seperti bapaknya. Putera Jokowi yg lain, Kaesang Pangarep, diplot menjadi Bupati Depok pada pemilu mndtg.
Menantunya, Bobby Nasution, adalah Walikota Medan yg tentunya punya keinginan untuk menduduki jabatan lbh tinggi lg. Tp bisnis dan karier politik keluarga Jokowi sgt sulit untuk berkembang -- bhkan mungkin dipermasalahkan presiden pengganti -- tanpa kerja sama dan dukungan oligarki. Dlm konteks ini, Anies tak dpt diharapkan mendukung kepentingan keluarga Jokowi.
Dari persprktif inilah kita bisa memahami ketakutan Jokowi pd Anies. Sementara, Surya Paloh melihat Anies dari perspektif yg berbeda. Pertama, ia prihatin melihat perpecahan masyarakat sejak 2014 krn perbedaan pilihan politik.
Anies, jk dipasangkan dgn bakal cawapres dukungan Jokowi, akan menyatukan kembali masyarakat. Ini penting agar pemerintah lbh produktif dlm menjalankan pembangunan. Jg untuk membuat kebijakan luar negeri yg lbh berdaya.
Kedua, Anies adalah tokoh muda bangsa yg cemerlang. Hal itu dpt dilihat dari kinerja dan rekam jejaknya ketika memimpin Jakarta. Di bwh kepemimpinannya, bkn hanya tercipta harmoni sosial, tp jg ia mampu menyulap Jkt mnjdi kota modern yg nyaman bg semua lapisan sosial.
Ketiga, Anies disambut komunitas internasional krn integritas, kapasitas intelektual, dan komitmennya yg kuat pd sistem demokrasi. Hal ini penting ketika Indonesia hrs bekerja sama dgn dunia global untuk mengakselerasi tujuan2 nasional yg ingin dicapai.
Memang di era globalisasi, kebijakan luar negeri yg efektif dpt berkontribusi signifikan bg kepentingan nasional. Apalagi, legacy yg akan ditinggalkan Jokowi banyak masalahnya.
Sayang, Jokowi tdk bs menerima alasan rasional apapun terkait pencapresan Anies. Ditahannya Johnny G Plate sbg tersangka tindak pidana korupsi sesungguhnya bertujuan ganda. Pertama, ia peringatkan Nasdem akan bahaya yg mungkin dihadapinya. Kedua, ia memperingatkan semua pihak terkait untuk tdk coba2 bersentuhan dgn Anies. Dgn dmkian, lbh mudah bg Jokowi untuk mengatur koalisi parpol dgn bakal capres yg diinginkan.
Pertikaian Ketum Golkar Airlangga Hartarto dan Ketum PKB Muhaimin Iskandar terkait posisi bakal cawapres bg Prabowo akan mudah diselesaikan. Toh, kedua tokoh ini merupakan pasien rawat jalan.
Penahanan Johnny jg merupakan peringatan kpd Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri untuk tdk bermanuver untuk membuyarkan skenario Jokowi. Toh, Ganjar Pranowo yg telah dicapreskan PDI-P merupakan pasien rawat jalan jg. Jokowi bs mencelakan PDI-P bila tiba2 ia memerintahkan KPK mempersangkakan Ganjar dlm tipikor e-KTP.
Terkait perselisihan dgn Paloh, nampak Jokowi agak ceroboh. Sejauh ini Paloh msh berkomitmen mendukung pmerintahan Jokowi dan tdk mempermasalahkan penahanan kadernya meskipun ini bs berpengaruh pd perolehan suara Nasdem dlm pemilu serentak mndtg.
Namun, kl tuduhan trhdp Johnny tak terbukti dan Jokowi melangkah lbh jauh untuk menghancurkan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yg mengusung Anies, hal itu sgt mungkin akan merugikan Jokowi.
Dgn dua media mainstream itu, sesungguhnya Paloh sgt powerful. Ia bs mempengaruhi perolehan suara bakal capres-cawapres Jokowi dlm pilpres mndtg. Kiprah bisnis dan karier politik anak2 dan menantu Jokowi bisa jg terancam.
Lbh daripda segalanya, Jokowi akan diminta pertanggungjwban bila pengganti yg didukungnya melanjutkan kerusakan yg dibuatnya. Wallahu'alam bissawab!
Tangsel, 18 Mei 2023