Jakarta ( KASTV ) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan daftar 15 negara asal deklarasi dan repatriasi harta bersih wajib pajak yang telah mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau tax amnesty II.
"Kita lihat 15 negara asal deklarasi dan dalam hal ini melakukan repatriasi dari harta bersihnya," katanya saat konferensi pers PPS, Jumat (1/7/2022) lalu.
Dalam paparannya, Menkeu menyampaikan terdapat 247.918 wajib pajak dengan 308.059 surat keterangan yang mengikuti PPS hingga 30 Juni 2022. Rinciannya, nilai harta bersih yang berhasil diungkapkan sebanyak Rp594,82 triliun, Pemerintah berhasil mengumpulkan PPh sebesar Rp 61,01 triliun. Sementara, deklarasi dalam negeri dan repatriasi mencapai Rp512,57 triliun.
Lalu, deklarasi luar negeri Rp 59,91 triliun, sedangkan jumlah harta yang diinvestasikan ke instrumen surat berharga negara (SBN) mencapai Rp22,34 triliun.
Mayoritas wajib pajak mendeklarasikan hartanya di Singapura, Virgin, Britania Raya, Hongkong, Australia, China, Malaysia, Amerika Serikat, India, Swiss, Kanada, Kepulauan Cayman dan di Filipina.
“Wajib pajak kita juga ada yang tinggal di Uni Emirat Arab, harta yang diungkap di lokasi ini ada Rp121,46 miliar oleh 26 wajib pajak dengan jumlah pembayaran pajaknya Rp18,97 miliar," ungkapnya.
Menanggapi paparan tersebut, Pakar Politik Internasional, Jerry Massie mengatakan, pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) yang membeberkan daftar 15 negara tempat WNI menyimpan harta dan uangnya merupakan narasi angan-angan.
Menurut Jerry, pemerintahan Jokowi termasuk SMI tak akan mampu mendapatkan uang orang-orang kaya Indonesia yang disimpan di 15 negara itu.
"Ini easy listening atau bahasa menyenangkan publik. Jangan hanya ‘angin surga’. Padahal akan sulit untuk dieksekusi," ujarnya, Minggu (3/7/2022).
Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies ini pun meminta SMI untuk bekerja yang nyata-nyata saja. SMI jangan membelokkan isu di saat 'nation failed' atau negara dan bangsa gagal dalam mengelola negara. Karena saat ini yang dibutuhkan adalah 'action' bukan hanya narasi saja yang dibangun untuk membuat publik senang.
"Ini bahasa berkelit dan berkedok ratusan bahkan ribuan triliun di luar negeri ini, saya sebut sebuah kemustahilan secara substansi dan eksistensi hanyalah khayalan," ungkapnya.
Sementara, pengamat ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng mengatakan, SMI yang mengungkap daftar 15 negara tempat WNI simpan kekayaan merupakan pernyataan yang tidak jelas. Harusnya Menkeu laksanakan saja UU Mutual Legal Assistance (MLA) untuk menarik harta kekayaan WNI yang tersebar di luar negeri.
"Adanya UU MLA untuk menarik harta kekayaan WNI yang ada di luar negeri, mulai dengan kasus BLBI, baru kemudian kasus penghindaran pajak dan keuntungan yang tidak dilaporkan, serta uang hasil perampokan sumber daya alam," terangnya.
Ia juga menilai, dalam hal untuk menarik harta kekayaan WNI yang ada di luar negeri, SMI kebanyakan membicarakan sesuatu yang dia tidak kerjakan. Mungkin SMI sedang mencari pihak yang disalahkan, sementara pihak yang disalahkan tersebut tidak dia urus. Padahal itu urusan Menteri Keuangan.
"UU MLA sudah disahkan, apalagi yang dicari Presiden Jokowi, semua tinggal laksanakan saja. Namanya sudah jadi UU tentu wajib dilaksanakan," tegasnya. ( Red )