Muslim Arbi: Penetapan Tersangka Roy Suryo Dkk Langgar Hukum, HAM, dan Konstitusi

Muslim Arbi: Penetapan Tersangka Roy Suryo Dkk Langgar Hukum, HAM, dan Konstitusi

CEPU — Direktur Gerakan Perubahan sekaligus Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), Muslim Arbi, menilai penetapan tersangka terhadap Roy Suryo dan sejumlah pihak lain oleh Polda Metro Jaya sebagai tindakan yang melanggar hukum, hak asasi manusia (HAM), konstitusi, serta rasa keadilan publik.

Dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (26/12/2025), Muslim Arbi menegaskan bahwa penetapan status tersangka tersebut tidak memiliki dasar hukum yang sah, karena pembuktian utama yang dijadikan rujukan oleh kepolisian belum pernah diputuskan oleh pengadilan.

Ia merujuk pada pendapat Prof. Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi dan anggota Tim Reformasi Polri, yang menyatakan bahwa penetapan tersangka harus didukung bukti primer. Menurut Muslim, hingga saat ini ijazah asli Presiden Joko Widodo yang diklaim sebagai bukti oleh Polda Metro Jaya belum pernah diuji dan dibuktikan secara sah di pengadilan.

“Pengadilan Negeri Solo saat ini masih menyidangkan gugatan yang diajukan Bangun Sutoto dan rekan-rekan, alumni UGM, terkait keabsahan ijazah tersebut. Artinya, secara hukum pembuktian masih berproses dan belum final,” ujar Muslim.

Muslim Arbi menilai, dengan masih berjalannya proses peradilan, maka penetapan tersangka terhadap Roy Suryo, Rismon Sianipar, Dokter Tifa, Eggie Sujana, Damai Hari Lubis, Rizal Fadilah, Kurnia Tri Rohyani, dan Rustam Effendi menjadi tidak sah secara hukum serta berpotensi melanggar HAM.

Ia menekankan bahwa sejumlah pihak yang ditetapkan sebagai tersangka merupakan advokat, akademisi, pakar, dan aktivis, yang secara hukum memiliki hak imunitas, hak berpendapat, serta perlindungan konstitusional dalam menjalankan profesinya.

“Eggie Sujana, Damai Hari Lubis, Kurnia Tri Rohyani, dan Rizal Fadilah adalah advokat yang dilindungi undang-undang dalam menjalankan tugas pembelaan hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sementara Rustam Effendi memiliki hak menyampaikan pendapat yang dijamin konstitusi,” kata Muslim.

Adapun Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Dokter Tifa, lanjutnya, adalah akademisi dan pakar yang juga dilindungi undang-undang dalam menyampaikan analisis dan pendapat keilmuan.

Muslim Arbi juga menyinggung buku yang ditulis Roy Suryo dan rekan-rekannya, termasuk “Jokowi White Paper”, yang menurutnya merupakan karya jurnalistik dan ilmiah.

“Kepolisian tidak memiliki kewenangan untuk menilai atau mengkriminalisasi karya ilmiah dan jurnalistik. Itu wilayah etik dan akademik, bukan pidana,” ujarnya.

Ia memperingatkan, apabila status tersangka terhadap Roy Suryo dan kawan-kawan tetap dipaksakan, maka hal tersebut menjadi bukti kuat terjadinya pelanggaran hukum, HAM, dan konstitusi oleh aparat penegak hukum.

Muslim bahkan menyebut kemungkinan pengaduan ke Komisi Tinggi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terutama terkait pencekalan ke luar negeri terhadap Eggie Sujana dan Rizal Fadilah.

“Jika upaya hukum di dalam negeri buntu, maka jalur internasional terbuka. Pencekalan dan kriminalisasi pendapat adalah pelanggaran HAM serius,” katanya.

Dalam pernyataannya, Muslim Arbi juga mengkritik pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang dinilainya membiarkan aparat penegak hukum mempertahankan status tersangka tersebut.

“Jika ini terus dibiarkan, publik akan menilai bahwa rezim saat ini melindungi kepentingan tertentu dan mengabaikan penegakan hukum, HAM, konstitusi, serta keadilan,” ujarnya.

Menurut Muslim, kondisi ini membuat rakyat tidak bisa berharap banyak pada supremasi hukum, selama kasus dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo tidak diselesaikan secara terbuka dan adil melalui mekanisme peradilan.(*)
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال