SIDOARJO || KASTV -Rabu, ( 17/12/25) Praktik pengabaian tata ruang kembali mencoreng wajah pembangunan di Kabupaten Sidoarjo. Sebuah proyek gedung perkantoran milik M. Choiril, SE yang berlokasi di kawasan strategis Perumahan Graha Anggrek Mas, Jalan Lingkar Barat, kini menjadi sorotan tajam publik. Proyek ini terindikasi kuat melakukan pelanggaran teknis serius yang tidak hanya melanggar izin, tetapi juga mengancam kelestarian lingkungan hidup.
Meski secara administratif telah mengantongi dokumen Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) nomor SK-PBG-351515-30042025-004, fakta di lapangan menunjukkan anomali besar. Pembangunan fisik gedung tersebut diduga melenceng jauh dari denah asli dan secara nekat "memakan" serta menutup badan sungai.
Berdasarkan investigasi lapangan dan data yang dihimpun, terdapat beberapa poin krusial yang menunjukkan adanya unsur kesengajaan dalam pelanggaran
Telah terjadi penutupan sungai kecil atau saluran air alami yang kemudian di atasnya didirikan bangunan ruko permanen. Tindakan ini dilakukan tanpa dasar hukum sah dan tanpa izin khusus pemanfaatan ruang air.
Dalam dokumen teknis PBG, keberadaan sungai tersebut diduga sengaja dihilangkan atau tidak dicantumkan. Padahal, secara faktual sungai tersebut masih ada dan berfungsi sebagai urat nadi drainase kawasan. Hal ini mengindikasikan adanya manipulasi data perencanaan atau kelalaian serius dalam proses verifikasi perizinan.
Tindakan pemilik proyek bukan sekadar urusan administratif ringan, melainkan pelanggaran terhadap rentetan undang-undang nasional:
UU No. 17 Tahun 2019 (Sumber Daya Air) Melarang penutupan atau pengubahan fungsi sungai yang merupakan kepentingan umum.
UU No. 28 Tahun 2002 (Bangunan Gedung) jo. PP 16/2021: Bangunan yang menyimpang dari izin wajib dikenakan sanksi penghentian hingga pembongkaran.
PP No. 38 Tahun 2011 (Sungai) Larangan mendirikan bangunan permanen di atas badan sungai dan sempadan (minimal 10 meter untuk kawasan perkotaan).
UU No. 32 Tahun 2009 (PPLH) Terkait perusakan lingkungan yang berpotensi menimbulkan bencana banjir bagi masyarakat sekitar.
Tokoh Pemuda Desa Pagerwojo, Bramada Pratama Putra, S.H., CPLA, memberikan kritik pedas terhadap lemahnya kepatuhan hukum pelaku usaha di "Kota Delta" ini.
"Ini adalah bentuk pembangkangan nyata terhadap hukum tata ruang. Pelaku usaha jangan hanya mengejar aspek komersial dengan menimbun sungai, sementara keselamatan lingkungan masyarakat dikorbankan. Jika izin berbeda dengan realita, itu adalah manipulasi," tegas Bramada.
Menghentikan total seluruh aktivitas konstruksi di lokasi secara permanen.
Mengevaluasi dan mencabut SK PBG yang terbukti tidak sesuai dengan kondisi faktual di lapangan.
Melakukan pembongkaran paksa terhadap bagian bangunan yang berdiri di atas badan sungai guna memulihkan fungsi drainase.
Menindak tegas pihak-pihak terkait jika ditemukan unsur penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan izin yang tidak sesuai fakta lapangan.
DPPCKTR Sidoarjo telah memberikan tenggat waktu 14 hari bagi pemilik untuk menghentikan aktivitas. Namun, masyarakat menanti tindakan yang lebih konkret dari Satpol PP sebagai penegak Perda.
Jika pelanggaran serius seperti penutupan sungai ini dibiarkan tanpa pembongkaran, hal ini akan menjadi preseden buruk yang merusak kewibawaan pemerintah daerah.
Publik kini menunggu apakah hukum akan tegak lurus, atau justru tunduk di bawah kepentingan komersial yang mengorbankan ruang publik? (*)


