Opini oleh: Muslim Arbi- Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu
JAKARTA — Setelah dilakukan gelar perkara, Polda Metro Jaya menetapkan sejumlah aktivis sebagai tersangka dalam kasus dugaan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo. Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka antara lain Roy Suryo, Eggi Sudjana, Rismon Sianipar, dr. Tifa, Damai Hari Lubis, Rustam Efendi, dan Kurnia Tri Rohyani.
Penetapan status tersangka ini menuai perhatian publik, terutama karena para aktivis tersebut dikenal vokal mengkritisi keaslian ijazah Presiden Joko Widodo. Publik disebut terkejut dan mempertanyakan dasar hukum penetapan tersebut, mengingat hingga kini belum ada kejelasan mengenai bukti fisik ijazah yang menjadi polemik sejak lama.
Sebelumnya, desakan agar Presiden Joko Widodo menunjukkan ijazah aslinya sempat mencuat di ruang publik. Jokowi bahkan pernah menyatakan kesediaannya memperlihatkan ijazah tersebut di pengadilan. Namun, hingga kini, dokumen asli tersebut belum juga ditampilkan secara terbuka.
Bahkan, dalam sidang di Pengadilan Negeri Solo terkait ijazah SMA, dokumen asli yang dimaksud juga tidak pernah ditunjukkan. Kondisi ini menimbulkan tanda tanya di kalangan masyarakat: jika ijazah SMA saja belum diperlihatkan, bagaimana dengan ijazah Universitas Gadjah Mada (UGM)?
Sementara itu, dalam gelar perkara khusus di Bareskrim Polri pada 9 Juli lalu, ijazah asli Presiden juga dikabarkan tidak ditampilkan. Hal ini memunculkan spekulasi bahwa penetapan tersangka terhadap para aktivis tersebut bukan semata-mata pertimbangan hukum, melainkan diduga ada tekanan atau faktor politik tertentu.
“Kalau memang murni hukum, semestinya pembuktian dimulai dari menunjukkan keaslian ijazah Presiden. Jika tidak, publik wajar menilai penetapan tersangka ini sarat tekanan,” ujar Muslim Arbi, Direktur Gerakan Perubahan.
Ia menambahkan, alih-alih menjawab tuntutan publik soal keaslian ijazah, yang muncul justru berbagai agenda reuni dan kegiatan simbolik yang dinilai tidak menjawab substansi persoalan.
Penetapan tersangka terhadap Roy Suryo dan rekan-rekannya, menurutnya, justru memperdalam keraguan publik terhadap transparansi dan profesionalitas penegakan hukum oleh kepolisian.
Surabaya, 7 November 2025
Tags
OPINI