Pesawaran, KASTV — Masyarakat adat Tiyuh Halangan Ratu, Kecamatan Negeri Katon, Kabupaten Pesawaran, menyesalkan tindakan PTPN I Regional 7 Unit Rejosari, Natar, Lampung Selatan, yang memasang plang di atas tanah adat mereka.
Plang tersebut bertuliskan bahwa kebun sawit di wilayah itu merupakan aset negara yang berasal dari hak erfpacht (hak guna usaha masa kolonial) yang telah dinasionalisasi. Tindakan tersebut dinilai masyarakat sebagai langkah menyesatkan dan berpotensi memicu kesalahpahaman publik terkait status tanah adat Halangan Ratu.
Tokoh adat Dahsan gelar Khaja Tuan, salah satu puyimbang adat Tiyuh Halangan Ratu, menyampaikan keprihatinannya. Menurutnya, tanah tersebut merupakan warisan leluhur masyarakat marga Way Semah yang belum pernah diganti rugi atau diganti guling oleh pemerintah.
“Kami sangat menyayangkan tindakan ini karena bisa menimbulkan kesan bahwa pemerintah merampas tanah adat dan tidak menghormati konstitusi,” ujar Khaja Tuan Rabu 15/10/2025.
Sebelumnya, masyarakat juga mempersoalkan kebijakan PTPN I Regional 7 yang menyewakan lahan seluas sekitar 31 hektare kepada warga dengan tarif Rp8 juta per hektare per tahun untuk ditanami jagung. Lahan itu berada di tengah areal kebun sawit yang berdiri di atas tanah adat.
Masyarakat adat Halangan Ratu berpegang pada Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 serta Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, yang menegaskan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat. Mereka juga mengutip pernyataan Menteri ATR/BPN yang menegaskan bahwa tanah adat bukan merupakan milik negara.
Khaja Tuan berharap pihak PTPN I Regional 7 dapat menghentikan tindakan yang dinilai provokatif tersebut dan membuka ruang dialog dengan masyarakat adat.
“Kami ingin persoalan ini diselesaikan secara baik, melalui musyawarah dan bukan dengan tindakan sepihak yang justru memperkeruh hubungan antara masyarakat, perusahaan, dan pemerintah,” pungkasnya. (Tim)