Maknai Hidup dan Kepemimpinan, Seruan dari Mimbar: “Kita Butuh Pemimpin yang Jujur dan Bijak”

Maknai Hidup dan Kepemimpinan, Seruan dari Mimbar: “Kita Butuh Pemimpin yang Jujur dan Bijak”

Opini oleh Imam Syamsi Ali

NEW YORK — Dalam sebuah khutbah yang sarat makna di hadapan komunitas Muslim New York, seorang imam menyerukan pentingnya memahami makna kehidupan sebagaimana diajarkan dalam Al-Qur’an. Ia menekankan bahwa hidup tanpa pemaknaan sejati akan kehilangan arah dan nilai pengabdian kepada Allah SWT.

“Makna hidup bukan sekadar mengumpulkan harta, tetapi mengabdi dan beribadah kepada Sang Pencipta,” ujarnya. Ibadah, lanjutnya, memiliki dua dimensi: vertikal dalam bentuk ritual, dan horizontal dalam bentuk pelayanan terhadap sesama manusia.

Sang imam kemudian mengajak jamaah untuk merenungkan kembali kisah-kisah sejarah dalam Al-Qur’an, terutama kisah Nabi Musa AS dan Fir’aun. Ia menjelaskan bahwa sejarah bukan sekadar untuk dihafalkan, tetapi untuk dipahami dan diambil pelajarannya dalam konteks zaman sekarang.

“Fir’aun adalah simbol kezaliman dan kesombongan kekuasaan. Namun di masa kini, kita menghadapi bentuk kezaliman yang bahkan lebih kompleks—pembunuhan, perampasan hak, dan ketidakadilan yang meluas,” katanya, merujuk pada tragedi kemanusiaan yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di Gaza.

Ia menyerukan agar umat Islam berani tampil menjadi agen perubahan sebagaimana misi Nabi Musa AS di masanya. “Kita membutuhkan figur-figur pemimpin yang berani menantang ketidakadilan, bukan sebagai nabi, tetapi sebagai penerus nilai-nilai kenabian,” ujarnya.

Dalam pandangannya, seorang pemimpin dalam Islam harus memiliki empat sifat utama:

1. Al-Amānah (kejujuran) — jujur terhadap hati, nilai, dan misinya.


2. As-Sidq (dapat dipercaya) — berintegritas tinggi dan dipercaya oleh semua pihak.


3. Al-Fathānah (kecerdasan dan kebijaksanaan) — cerdas dalam berpikir sekaligus lembut dalam menyampaikan perubahan.


4. Al-Fashāhah (kemampuan komunikasi) — fasih dalam menjelaskan visi dan misi dengan jelas dan mudah dipahami.



Imam tersebut juga menyoroti pentingnya partisipasi politik masyarakat Muslim di Amerika Serikat, khususnya di New York. Ia mengingatkan bahwa tanggung jawab warga negara untuk ikut serta dalam proses demokrasi merupakan bagian dari tanggung jawab keagamaan.

“Lebih dari satu juta Muslim tinggal di New York, namun hanya sebagian kecil yang aktif memilih. Ini saatnya menunjukkan bahwa kita adalah bagian dari kota ini dengan berpartisipasi secara politik,” tegasnya.

Ia menutup khutbah dengan doa agar umat Islam diberi kekuatan dan petunjuk dalam menghadapi tantangan zaman. “Sejarah akan mencatat bahwa ketika seorang Muslim memimpin dengan kejujuran dan kebijaksanaan, maka kota itu akan menjadi lebih baik,” pungkasnya.
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال