Jakarta – Konflik rumah tangga antara Wisnu Wijayanta dan istrinya, Maya Agustini, terus bergulir. Maya menuding suaminya melakukan penelantaran serta kekerasan psikis karena enggan menemuinya saat kondisi sakit, bahkan ketika ia sangat membutuhkan dukungan keluarga.
Menurutnya, hal itu mencerminkan kurangnya itikad baik. “Seorang suami seharusnya bertanggung jawab,
bukan justru menghindar di balik kuasa hukum,” ujar Maya.
Maya juga mengkritisi peran para kuasa kuasa hukum Maya juga Wisnu yang dinilainya lebih berpihak pada kepentingan Wisnu dari pada berupaya mendamaikan kedua belah pihak.
"Langkah-langkah
yang ditempuh kuasa hukum cenderung mengabaikan aturan, termasuk Surat Edaran
Mahkamah Agung (SEMA) tahun 2022 dan 2023, yang mengatur bahwa perceraian tidak
bisa diputus bila pasangan belum pisah selama enam bulan.
Kondisi kesehatan Maya semakin memperumit situasi. Pasca
operasi besar dan pemasangan kantong kolostomi, ia masih membutuhkan dukungan
suami. Namun, menurutnya, Wisnu justru memilih menjaga jarak.
“Saya mengalami kecemasan, insomnia, bahkan rasa tidak
berdaya. Hal ini jelas menambah penderitaan psikis saya,” ungkapnya.
Selain itu, Maya menilai nafkah bulanan sebesar Rp15 juta yang diberikan Wisnu tidak mencukupi kebutuhan medis dan biaya hidupnya yang mencapai Rp30 juta per bulan dikala sedang mempunyai masalah dengan hukum demi mencari keadilan Padahal, Wisnu memiliki kemampuan finansial lebih dari cukup, bahkan sanggup membiayai pengeluaran Wisnu untuk menghindar dari perkara hukum yang sedang dalam proses penyelidikan.
Maya menekankan bahwa dirinya tidak ingin memperpanjang
persoalan, tetapi sebagai warga negara ia berhak memperoleh perlindungan hukum.
Ia berharap pengacara Wisnu dapat bertindak lebih netral dan mengutamakan
mediasi.
“Seorang pengacara yang baik bukan hanya membela klien,
tetapi juga menjaga keadilan serta mendorong penyelesaian secara damai,”
tegasnya.
Maya mengingatkan bahwa perceraian seharusnya menjadi
perkara perdata biasa, bukan sumber penderitaan baru. Ia pun berharap negara
hadir untuk memberikan keadilan ketika seorang istri sakit justru ditinggalkan
tanpa perlindungan dan kasih sayang.(*)