Pekanbaru, Riau, KASTV - Dugaan praktik penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar kembali mencuat di Kota Pekanbaru. Sebuah gudang di Kelurahan Mentangor, Kecamatan Tenayan Raya, disinyalir menjadi lokasi penyimpanan solar berskala besar yang telah lama beroperasi tanpa tersentuh hukum.
Informasi yang dihimpun masyarakat pada Senin (15/09/2025) menyebutkan, gudang tersebut berada hanya sekitar 20 meter dari portal Ampang-Ampang Kulim, tepatnya di Jalan Budi Luhur menuju Kantor Camat Tenayan Raya. Aktivitas mencurigakan di lokasi itu bahkan sempat viral di media sosial, sehingga menimbulkan sorotan tajam terhadap aparat penegak hukum, khususnya Polda Riau.
Sejumlah keterangan mengungkapkan, gudang tersebut dikendalikan seorang pria berinisial A alias ASR yang berperan sebagai koordinator lapangan dan pengamanan. Aktivitas ilegal itu diduga milik seorang bos besar berinisial AS, yang disebut-sebut memiliki pengaruh kuat sehingga kegiatannya seolah kebal dari hukum.
Warga sekitar mengaku kerap melihat truk colt diesel roda enam keluar-masuk gudang membawa solar subsidi.
> “Gudang ini sudah lama beroperasi, tapi tidak ada tindakan tegas. Publik jadi heran, apakah aparat benar-benar tidak tahu, atau sengaja membiarkan,” ungkap seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Kondisi tersebut memicu pertanyaan besar mengenai komitmen aparat kepolisian dalam menindak penyalahgunaan BBM bersubsidi. Publik mendesak agar Kapolda Riau segera turun tangan melakukan langkah nyata terhadap dugaan mafia solar tersebut.
Sebagai catatan, penyalahgunaan BBM bersubsidi diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pasal 55 tegas menyebutkan, pelaku dapat dipidana penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga Rp60 miliar.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Polda Riau belum memberikan keterangan resmi terkait temuan gudang solar ilegal di Tenayan Raya. Publik kini menanti sikap tegas aparat agar praktik yang merugikan negara dan masyarakat kecil itu tidak lagi dibiarkan.
(Rep: TIM)