JAKARTA - Direktur Eksekutif Lokataru, Delpedro Marhaen (DRM), ditangkap oleh Polda Metro Jaya. Polisi menuduh DRM terlibat dalam dugaan penghasutan yang mendorong pelajar atau anak di bawah umur untuk ikut serta dalam aksi unjuk rasa yang berakhir ricuh.
Menanggapi hal tersebut, Pendiri Lokataru, Haris
Azhar, menilai tindakan polisi terlalu berlebihan. Menurutnya, unggahan
Lokataru di media sosial tidak memiliki kaitan dengan ajakan melakukan
kerusuhan.
“Itu hanya bentuk ekspresi, tidak ada unsur hasutan. Saya juga tidak melihat
adanya hubungan antara postingan tersebut dengan keterlibatan anak-anak di
bawah umur dalam aksi itu,” jelas Haris.
Haris menambahkan, justru Lokataru selama ini
memberikan pendampingan hukum kepada para pelajar yang ditangkap saat
demonstrasi berlangsung. “Fakta bahwa Lokataru membantu anak-anak yang
ditangkap itu tidak diungkap. Padahal kami mendampingi mereka,” tegasnya.
Ia sepakat bahwa siapa pun yang melakukan
tindakan anarkis memang harus diproses hukum, tetapi hal itu tidak bisa
disamakan dengan aktivitas advokasi dan kampanye yang dijalankan Lokataru.
“Kenapa justru yang disasar adalah kawan-kawan yang melakukan kerja advokasi?
Saya melihat ini sebagai praktik pengkambinghitaman,” ujar Haris.
Sementara itu, Polda Metro Jaya menjerat DRM
dengan Pasal 160 KUHP, atau Pasal 45A ayat 3 juncto Pasal 28 ayat 3 UU No. 1
Tahun 2024 tentang ITE, serta Pasal 76H juncto Pasal 15 juncto Pasal 87 UU No.
35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.