Jakarta – Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menegaskan bahwa tanah yang telah memiliki hak, namun dibiarkan tidak digunakan selama dua tahun, bisa ditetapkan sebagai tanah terlantar dan berpotensi diambil alih negara. Kebijakan ini mengacu pada PP No. 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar, khususnya Pasal 7 dan Pasal 9.
Pernyataan tersebut memicu kontroversi di masyarakat. Direktur Eksekutif Political and Public
Policy Studies (P3S), Jerry Massie, menilai kebijakan ini perlu dikaji ulang
agar tidak memicu keresahan. Menurutnya, rakyat adalah pemilik sejati tanah,
sementara pemerintah hanya menjalankan mandat rakyat. Ia mengibaratkan,
“pemerintah seperti rumah, rakyat adalah majikannya,” serta menegaskan bahwa
tanah sejatinya adalah milik Tuhan yang diberikan kepada rakyat.
Jerry berpendapat bahwa sebelum terbentuknya pemerintah
Indonesia—di era kerajaan seperti Sriwijaya, Majapahit, Singosari, hingga Kutai
Kartanegara—tanah tidak pernah dianggap milik negara. Ia mengkritik keras
pernyataan Menteri ATR/BPN yang menyebut tanah sebagai milik pemerintah, bahkan
menyarankan Nusron untuk belajar kembali ilmu tata negara.
Lebih lanjut, Jerry mempertanyakan tujuan kebijakan
tersebut, apalagi jika tanah hasil penyitaan justru dialokasikan untuk
organisasi tertentu seperti Muhammadiyah atau NU. “Kebijakan ini belum pernah
muncul dari masa Presiden Soekarno hingga Jokowi, dan menilai ide tersebut
tidak kompeten,” ungkapnya.
Jerry juga mengingatkan bahwa pada abad ke-19, banyak tanah
di Indonesia dikuasai Belanda namun kemudian dibagikan kepada warga. “Sejak
kemerdekaan 17 Agustus 1945 hingga era tokoh-tokoh seperti Muhammad Yamin, Budi
Oetomo, Sam Ratulangi, KH Dewantara, hingga Jenderal Soedirman, kepemilikan
tanah tetap aman,” ujarnya, Selasa (12/8/2025) .
Ia menambahkan bahwa tokoh-tokoh perjuangan seperti Imam
Bonjol, Pangeran Diponegoro, Pangeran Antasari, dan Cut Nyak Dien tidak pernah
mengklaim tanah Indonesia sebagai milik pribadi, melainkan tanah adat dan
ulayat yang dikuasai masyarakat setempat. Jerry membandingkan dengan Amerika
Serikat yang membeli wilayah seperti Louisiana dari Prancis, Alaska dari Rusia,
serta Texas dan California dari Meksiko.