JAKARTA - Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk menggelar perayaan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia di Istana Negara Jakarta, bukan di Ibu Kota Nusantara (IKN), bukan sekadar pilihan lokasi—melainkan cerminan dari pendekatan realistis dan efisien dalam tata kelola pemerintahan.
Dalam pandangan Direktur P3S Jerry Massie, langkah ini menunjukkan keberpihakan pada efisiensi anggaran dan pemanfaatan infrastruktur yang sudah siap pakai.
"Jakarta, sebagai pusat pemerintahan aktif, memiliki fasilitas, akses, dan sumber daya manusia yang jauh lebih siap dibandingkan IKN yang masih dalam tahap pembangunan. Memaksakan upacara kenegaraan di lokasi yang belum optimal bukan hanya berisiko secara logistik, tetapi juga berpotensi membebani anggaran negara secara tidak perlu," ujarnya, Sabtu (19/7/2025).
Lebih dari itu, kritik terhadap IKN sebagai proyek ambisius warisan pemerintahan sebelumnya semakin menguat.
"Potensi kegagalan pembangunan IKN bisa menyerupai kasus Hambalang. Ditambah lagi, munculnya citra negatif terkait aktivitas ilegal di kawasan tersebut memperkeruh persepsi publik," ujar Jerry.
Namun, bukan berarti IKN harus ditinggalkan sepenuhnya. Saran agar Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berkantor di IKN bisa menjadi langkah strategis untuk menjaga eksistensi dan keamanan kawasan tersebut, sembari menunggu kesiapan penuh sebagai pusat pemerintahan.
"Dalam konteks ini, keputusan Presiden Prabowo bukanlah penolakan terhadap IKN, melainkan penegasan bahwa pembangunan harus berpijak pada logika, kesiapan, dan manfaat nyata bagi rakyat. Upacara HUT RI bukan sekadar seremoni, tetapi simbol kenegaraan yang harus dilaksanakan dengan kehormatan dan ketepatan," pungkasnya.